• This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Friday, March 28, 2014

Alhamdulillah...

Alhamdulillah...
Jum'at Berkah...
Aku mengawali hari ini, 28 Maret 2014 dengan limpahan air yang mengguyur bumi. Dengan ucapan selamat dari teman-teman terdekat, tak lupa juga dari beberapa teman dunia maya, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Namun, ada yang beda di Tahun ini dengan tahun-tahun yang lalu. Ketika aku terbangun di tengah malam dengan rasa hangat di kening.
Sebuah kecupan hangat dan bisikan kasih sayang dari istriku.
"Selamat ulang tahun Aa', semoga sehat nd sukses selalu. Bisa menjadi imam dalam keluarga."
Sebuah ucapan selamat setengah berbisik dari seorang wanita yang resmi menjadi istriku 10 Oktober tahun lalu ini memaksaku untuk membuka kedua kelopak mata yang terkatup.
"Aamiin... makasih sayank..."

Thanks God atas segala nikmat yang Engkau berikan pada hambaMu hingga di usiaku saat ini.
Ma'afkan atas segala khilaf hambaMu ini!
Limpahkanlah Keberkahan dan Rahmat-Mu kepadaku, Ibuku, Istriku, dan orang-orang yang hamba cintai, tak lupa juga buat teman-teman yang tak lupa akan hari ini.
Aamiin...

        Panumbangan, 28 Maret 2014.

Wednesday, March 26, 2014

Senja Dalam Pena

Dalam langkah kecil, seorang anak malu-malu. Menunduk penuh arti, dalam balutan senja yang tenang dan damai sore itu.
Tangannya mendekap erat sebuah buku
harian kecil berwarna cokelat dengan
balutan pita berwarna putih di covernya.
Ia menetap lekat, sangat lekat. Pemandangan tak berujung di hadapannya.

Perlahan ia membuka buku harian yang
sedari tadi di dekapnya. Menghela nafas
panjang. Sembari sekali-kali menerawang sekitar. Angin sepoi-sepoi menyibakkan rambut sebahunya.

Semburat sandikala menyapu pandangannya. Kicauan burung menciptakan harmoni yang begitu indah,
kala lelah mengurung mereka dan senja
yang mulai mucul untuk mengantarkan
mereka ke peraduan tempatnya sedikit
menghela nafas setelah lelah seharian
bertarung dengan waktu.Lembaran pertama ia buka, dilihatnya foto keluarganya.
Ada Ibu, Ayah, dan dua orang adiknya. Raut wajah penuh keceriaan dan hangatnya kebahgiaan begitu terasa, bahkan terpancar dari setiap pemandangan yang berhasil di
abadikan dari sebuah lensa.

Ia kemudian mencoba menjajaki halaman
berikutnya. Lembar demi lembar catatan
yang dibuka, seakan menyapanya, dengan lembut. Mencoba mengiringnya ke waktu
yang lalu. Mencoba meyakinkan dirinya,
bahwa peristiwa-peristiwa dalam lembar kenangan itu pernah ada, pernah terjadi.

Lembar demi lembar mengiring ingatannya ke alam mimpi yang kerap kali membuatnnya terbuai. Satu per satu
bayangan itu muncul. Bayangan tentang
kejadian yang dulu pernah begitu
diharapkannya.
Tapi, sekarang...........
Dunia berkata lain. tidak ada maksud
mendeskriminasi, menjudge, dsb. Ada yang berkata bahwa "Hidup adalah pilihan, bahkan tidak memilihpun itu adalah sebuah pilihan".

Tata hidup yang begitu indah pernah digambarkannya. Tapi, ia haya manusia. manusia biasa yang hanya mampu bemimpi dan berusaha, namun ada dzat Maha Agung yang memiliki kuasa untuk
menentukan segalanya.
Sembari menengadahkan kepalanya, ia
menghela nafas, memutar otak, seakan
berfikir keras. Diambilnya pena cokelat
dari saku bajunya. Melihat lembaran
kosong pada buku hariannya, tangannya
menjadi gatal untuk sedikit menorehkan
goresan di setiap helainya.

"Aku telah sampai di tempat ini, tidak mungkin untuk mundur lagi. Suatu saat
akan kubuktikan bahwa aku tidak berada
di tempat yang salah.....
Bukankah.....tidak ada kesuksesan yang
pernah dijual murah?!"

Senyum simpul tersungging dari bibir
manisnya, sembari menyaksikan semburat senja yang menggelinding perlahan menuju peraduannya.

      Puncak Suryalaya, 26 Maret 2014

Saturday, March 22, 2014

Met Ultah, Vi...

Untuk kali ini saja.
Di tepat tengah malam ini, 23 Maret 2014.
Izinkan aku mengucapakan selamat ulang tahun buat kamu.
Izinkan aku kembali mengenangmu.
Izinkan aku kembali mengingatmu.
Izinkan aku kembali merasakan hadirmu.
Di setiap detak jantungku.
Di setiap ujung nafasku.

Untuk kali ini saja...
Aku ingin merasakan rindu, sayang, dan cinta.
Yang dulu sempat singgah di hati ini.
Yang dulu sempat memberikan warna di hari-hariku.

Selamat ulang tahun Via...
                 23 Maret 2014. 00:00 WIB

Friday, March 21, 2014

Gejolak Rasa (Ah Ya Sudahlah...)

Pagi pagi ini, aku datang menyambut
alam lebih awal. Ada perasaan yang
kurang nyaman dalam hati. Tadinya
hanya kunamakan ini gejolak rasa.

Terkadang memang jadi berlebihan ketika masa itu. Namun entahlah jadi seperti mengganjal di ulu hati. Ingin kuucapkan, namun apa?!

Aku juga tak banyak bisa menjelaskan.
Ingin kutuliskan, namun tak banyak yang
bisa kurangkaikan. Ada kalanya, ketakutan itu adalah kita sendiri yang membuatnya jadi takut.
Selalu melihat yang lain lebih hebat, dan
kita menjadi merasa terkutuk karenanya.
Perasaan perasaan lain yang mengganjal.

Sungguh apa kaitan tulisan di atas,
sepertinya aku agak sedikit tidak
memperhatikan rima pada kata. Dan
kaitan antar isi paragraf.

Ah ya sudahlah...

Sunday, March 16, 2014

Puisi Malam

Malam temani aku dan hatiku
Gelap mengapa kau menatapku
Kelam janganlah coba mencuri dengar
Cukup aku, malam dan hatiku
Gelap pergilah berhenti menatapku
Kelam tak usah kau berharap akan berita
Biarkan aku, malam dan hatiku
Gelap palingkanlah matamu
Kelam tutup telingamu
Tinggalkan aku, malam dan hatiku
Gelap masihkah kau melihatku
Kelam masihkah kau mendengarku
Izinkan hanya aku, malam dan hatiku
Tapi,,gelap cobalah tatap kelam
Kelam cobalah dengar gelap
Karena aku, malam dan hatiku
Ingin menatap dan membisikimu dengan
desah-desah RINDUku…

Aku pernah mengenalmu
Aku bahkan pernah bersamamu
Ah benarkah???
Mengapa ruang ini kosong tanpamu?
Mengapa semua ini hanyalah seperti iklan baris
Ataukah semua hanyalah palsu yang
menipu?
Ah tidak engkau memang hanyalah pengalih
Bukan kau yang kukenal…
Karena dirimu tak lagi sama
Kau telah mati didimensi waktu yang lalu
Tak mungkin kau yang membersamaiku
Dirimu yang kukenal telah mengurat nadi
tak mungkin kukeliru
jangan coba membodohiku
naïf sekali dirimu
mengaku memilikiku
sementara jasadmu tak membersamaimu
kau hanyalah ruh fatamorgana
yang coba menggangguku
jiwaku tak selemah dirimu
yang menjual cintanya
dan bersembunyi dibalik pengorbanan
peduli setan…
karena kau bukanlah dia
dia yang membersamaiku
dia yang mengenal hatiku
kau tak lebih dari sekedar pembohong besar
yang menyembunyikan bahagia didalam sedih
agar kau bisa menyiksaku
mempermainkan dan menggodaku
ahaa,,,kau takkan berhasil mengalahkanku
kedokmu terbongkar
entah apalagi tipu dayamu
gunakan seluruh kekuatanmu
aku takkan jatuh diperangkapmu
kau jangan coba merusak namanya
mengotori cintaku dengan tangis palsumu
mengontaminasi kesucian rasaku
menghancurkan kepercayaanku
sudahlah pergilah engkau…
janganlah kembali
karena kutau kau bukanlah dia
sampai kapanpun..
walau langit dan gunung tak lagi menjadi
gagah
di waktu akhir menjelang kepudaran rasa
itu….
kau tetaplah bukan dia…

Wednesday, March 12, 2014

Pagiku!

Kita urai pagi dengan banyak mimpi!
Harapan! Percayalah pagi memang
terasa lebih indah daripada malam. Dan
malam tergambar lebih romantik dibanding pagi.
Tergantung bagaimana kita merasakannya! :)

Pagi itu batasan dari mimpi saat tidur
dan kenyataan yang didapati ketika
terbangun!
Jika pagi itu tanpa mentari, tanpa
sarapan pagi, tanpa senyum, tanpa tegur
sapa, tanpa harapan, tanpa dan hampa!
Pagi itu lebih manis dengan sambutan
secangkir kopi yang kehangatannya
bisa menjalar ke setiap ujung aliran darah. Dan tak lupa sebatang rokok. Harus!

Pagi itu lebih romantis dengan tegur sapa dan senyuman orang-orang terkasih. Good morning my wife...

Pagi yang lembut datang dari keikhlasan
untuk menyambut dan menjalani hari.
Pagi itu akan mempersiapkan sendiri
harapannya untuk masa depan.
Selamat pagi hari! Hari! Dan hari!...

Pasti punya cerita berbeda di setiap pagi.
Bagi para pelajar, penuntut ilmu yang
harus pergi di hari buta, pagi dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu adalah pagi hari yang membosankan.
Namun tidak semua pelajar merasa begitu.
Pagi hari buat mereka mungkin bisa jadi
harapan baru untuk kehidupan.

Untuk para pekerja kantor, buruh,
karyawan, pengusaha, manajer, dan
berbagai jenis yang ada, pagi hari bagi
mereka itu menyibukan, meresahkan, dan
terkesan penuh misteri.

Pagi hari bagi para pedagang adalah saat
yang penuh perjuangan, saat merentangkan selebar-lebarnya semua sisi lengan untuk meraup rejeki. Sama halnya dengan beberapa golongan lain, pagi adalah sambutan hangat dari peluhnya malam yang sibuk.

Namun pagi yang berharga itu selalu
dihidangkan oleh para ibu-ibu cantik nan
anggun untuk keluarganya. Baginya pagi
adalah lembaran kisah baru untuk
merangkai cerita dengan cinta, kasih
sayang dan keikhlasan. IBU dan
PAGI! ^“_^

Dan pagi selalu punya kejutan untuk
semua makhluk hidup di muka bumi ini!
Manusia dengan beragam harapan yang
digantungkan. Tumbuhan dengan
kekuatannya bertahan dan berkembang
melestarikan kehidupan. Binatang dengan keinginannya, kebutuhannya, dan
perjalanan hidupnya.

Pagi untukku...
Pagi itu selalu menggambarkan dua makna berlawanan.
Bismillah dan Alhamdulillah. Mengawali dan mengakhiri.

Mengawali hari baru yang datang setelah terbebas dari kepungan mimpi dan mengakhiri hari panjang di waktu lalu, dulu dan kemarin.

Pagi itu maaf dan terima kasih. Mimpi
dan harapan. Jatuh dan bangun. Ikhlas
dan berusaha. Lagi dan lagi dan pagi dan
pagi dan hari dan hari.

Pagi itu banyak kata! Menjadi banyak
makna. Pagi itu pesonanya makhluk hidupbciptaan Tuhan. Subhanallah :)

Jangan sampai kelewatan pesonanya pagi
hari hanya karena tidak bisa bangun pagi! LOL..... :D

Tuesday, March 11, 2014

Pelangi

Merah jingga kuning hijau biru nila ungu!
Subhanallah...
Begitu indahnya lukisan-Nya

Bahkan tak ada seorang pun dibelahan
bumi ini yang tak mengagumi indahnya
pelangi, begitu pun aku! Aku yang teramat terpesona dengan cantiknya pelangi!

Sempurna! Goresan campuran warna-
warna indah yang menyatu dengan
cantiknya meski dalam perbedaan :)
Tetap mau berdampingan meski berbeda
dan tak terbaur dengan karakter warna
indahnya masing-masing, dan itulah yang
membuatnya terlihat sempurna!

Bahkan kedatangannya selalu
dinantikan :)
Menanti pelangi itu diibaratkan seperti menanti kebahagiaan.

Di saat hujan turun, semua orang
menikmati kesejukannya dengan
menantikan keindahan pelangi :)
Seperti halnya jika hujan adalah ibarat
kesedihan, pelangilah yang menjadi analogi kebahagiaannya.

Pelangi! Seperti sihiran kecantikan yang menguasai waktu manusia. Meski
kedatangannya hanya sekedar singgah di
sela redanya hujan yang bersambut
semburat malu sinar matahari yang mulai manghangat.

Pelangi! Yang sempurna tak selamanya
didamba :)
Seperti kehadirannya yang hanya sekejap, dan itu seperti kamu!
Ya! Kamu yang hadir saat lara menghanyutiku, dan tampak sela keindahan perbedaan warna itu kurasakan darimu!
Dan kini kamu menghilang, menyisakan bayangan semu yang hanya terekam oleh iris mataku, mulai menipis dan memudar -_-

Wednesday, March 5, 2014

Coretan Subuh

Masih dapat aku nikmati sisa keindahan semalam di subuh ini. Gemerlap bintang yang seakan menemani hadirnya sang rembulan. Bulan sabit. Sungguh indah ciptaan sang Maha Kuasa.
Sudah selayaknya aku, juga kalian semua mensyukuri semua ini.

Entah mengapa aku melihat sekumpulan benda angkasa itu bukan sebagi benda angkasa sebagaimana mestinya. Entah apa itu, aku sendiri sulit untuk mendeskripsikannya.

Diantara sekumpulan bintang itu, terkadang aku melihatnya berbentuk hewan, juga benda lainnya.

Bersama deru bisingnya mesin pabrik tempat aku bekerja. Tempat dimana aku mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah.
Aku panjatkan doa, aku tuliskan kisah.
"Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin, aku juga kalian semua yang membaca coretan ini, menjadi orang-orang yang beruntung."
Amiin....

  Panumbangan, 5 Maret 2014. 05:00WIB

Tuesday, March 4, 2014

Big Bos dan Sang Pelayan

Sudah selayaknya jika seorang pelayan mematuhi perintah majikannya, sudah menjadi rahasia umum pula ketika terdengar caci dan maki dari kedua telinganya, dan tak jarang ketika sebuah telunjuk mengarah ke wajahnya akibat tindakan yang di lakukannya meskipun sebenarnya apa yang di lakukan sang pelayan benar, secara seorang penguasa biasanya merasa malu bila mengakui kesalahan di hadapan anak buahnya.

Sempat aku berpikir "apakah sang pelayan tak ada keberanian untuk memperjuangkan hak-nya?"

Namun seiring berjalannya sang waktu, aku menemukan jawabannya. "Materi"

Ya... materi(Uang) lah yang selama ini membuat sang pelayan merasa takut memperjuangkan kebenaran di hadapan sang "Big Bos".

Hingga akhirnya aku mengalami hal serupa. Terpaku karena materi. Aku menjadi seorang pelayan. Menjadi seorang pengecut untuk menyerukan sebuah kebenaran.

Bukan aku tidak berani menyerukannya, namun aku lebih memilih mengalah. Mengalah mengakui kesalahan yang sebenarnya tidak aku lakukan.

Sempat aku berpikir "mungkin mencari kerjaan yang lain."

Namun di lain waktu hati kecil ini berbisik "mungkin kah bekerja di tempat lain akan mendapat pelayanan seperti yang aku dapatkan sekarang? Gaji? Juga kenyamanan?"

Akan menyenangkan jika lebih baik dari ini, jika tidak?
Cih... lagi-lagi harus ku akui Materi membuat nyali ini ciut.

Sekali lagi harus ku akui, bukannya aku terlalu takut untuk mengambil sebuah keputusan namun "Materi" lah yang mengunci raga ini untuk tetap berdiam di sini.

Karena mengalah bukan berarti kalah. Biarlah waktu yang menjawab.

       Panumbangan, 3 Maret 2014
                    At 15:20 WIB

[Wejangan] Arti Cinta Yang Sesungguhnya

Beberapa waktu lalu. Aku Berkenalan dengan orang baru dan
mendefinisikan cinta dengan cara
yang lebih bijaksana. Beliau menganggap kami hanya
sekumpulan remaja yang beranjak
dewasa namun masih salah
mengartikan cinta. Beliau adalah
bapak satpam di salah satu universitas.

Dan kami adalah sekelompok remaja galau yang menyambut
rejeki, begitu angan kami setelah
mendapat wejangan beliau.

Subhanallah, siang terik itu kami
diajak berdiskusi tentang arti cinta
dengan beliau, tanpa sengaja. Apa
yang kami tau hanyalah sebagian
kecil dari yang tak kami ketahui.

Sungguh cinta itu mulia kalau kita
mau memahaminya. Sampai pada
satu pertanyaan yang mengharuskan kami untuk
mendiskripsikan apa itu cinta,
sebagian besar dari kami hanya
menggambarkan cinta sebagai
sesuatu yang manis, yang
membahagiakan, yang cantik, yang
selalu dipuja. Apa yang kami tau,

Beliau simpulkan dengan pernyataan yang cukup menampar
detakan jantung manjadi bergerak
lebih cepat. Itukah yang membuat
kami, khususnya aku, [selalu] merasa salah dalam memahami
cinta, selalu merasa tersakiti,
merasa mudah jatuh cinta. Lalu
apa cinta itu? :)

Beliau mendeskripsikan dengan
gambaran keluarga (sepasang
suami istri) yang dapat terus
bersama sampai akhir masanya.
Mereka (pasangan suami istri)
mengalami perubahan fisik dari
dirinya dan pasangannya, tapi apa
iya perasaan mereka ikut
berubah? :)
Pertanyaan ini yang mengangkat dagu ku tegak memperhatikan lebih dalam. Saat semua sudah di ridhoi oleh Allah, cinta itu ada pada pasangan kita.

Pasangan yang sudah Allah siapkan untuk kita. Yang kalau kita
mau menyambutnya dengan
istiqomah, insya Allah akan
ditemukan di waktu yang indah,
Subhanallah... :)

Beliau menerangkan dengan semangat, dengan perasaan,
dengan hati, dan dengan cinta.

Jodoh itu satu paket dengan rejeki
dan kematian. Jika banyak orang
yang berpendapat ingin mencari
jodoh dan rejekinya, kenapa
kematian juga tidak dicari? Bagi
sebagian orang kematian justru
dihindari. Begitu terang Beliau
menggugah keyakinanku. Lalu apa
yang kita minta saat berdoa
kepada Allah untuk kehidupan
kita?

Jika hanya mencari, mungkin kita
akan harus merasa mendapatkan
yang salah dahulu agar tau yang
benar, tapi kalau kita menyambutnya, insya Allah memang itu yang benar untuk kita.

Rejeki tidak pernah tertukar,
begitu pun jodoh kita. Hanya
bagaimana kita mau menyambutnya, menyemainya,
memperjuangkannya, dan
menjaganya. Boleh jadi, semua
sudah dekat dengan kita, hanya
saja kita yang enggan untuk
membuka diri kita dan membaca
sekitar kita :)

Saat perjalanan hidup terus
berputar, adakalanya perasaan itu
tidak selalu bahagia. Sedih duka
dan tangis seharusnya memang
menjadi bagian normal kehidupan,
dan manusia tak pernah luput dari
marah dan salah. Lalu apa yang
menjadikan cinta itu tetap ada
diantara berjuta rasa yang ada?

Cinta ada dibaliknya, cinta yang
membuat kita merasakan demikian.
Cinta tak hanya saat kita merasa
bahagia, cinta juga ada dibalik
tangis dan duka, cinta juga ada
diserangkaian amarah kita.
Begitulah memang seharusnya
cinta.
Hingga nanti berpuluh tahun menjalani suatu hubungan
percintaan pun akan tetap ada
cinta itu. Meski raga mulai
berubah, meski hidup tak selalu di
atas, semua masih tetap ada cinta.

Berdolah diberi perlindungan
untuk menyambutnya. Usaha kita
itu nomer satu, yang menentukan
bahagia tidaknya kehidupan kita
ya kita sendiri.
Doa kedua orang tua, apalah arti usaha kalo orang tua tidak meridhoi, Ridho Allah ada di ridho orang tua kita. Dan
memohon hanya pada Allah, insya
Allah akan dimudahkan :)

Ini lho yang membuat bulu
kudukku sempat berdiri.

"Sambutlah jodohmu dan tumbuhkanlah cinta diantara rasa yang ada di dunia ini. Dengan begitu kita akan dapat merasakan apa yang di sebut cinta sejati."

Tak hanya jodoh yang disambut,
rejeki, kematian pun harus turut
disambut dengan harapan yang
positif. Semua akan indah pada
waktunya. (^▽^)

Terima kasih Bapak....
Semoga istriku yang sekarang ada di rumah benar-benar bisa menjadi pendamping hidupku hingga akhir hayatku nanti.
Aamiin...

Monday, March 3, 2014

Gadis Sejuta Pesona

"Sebenarnya ini bukan malam." ucapnya
dengan nada lirih menggetarkan bibir
merah mudanya.
"Lalu?" Tanyaku kemudian.
"Seperti belahan bumi yang lain, kita
hanya sedang bergantian matahari." rangkaian katanya selalu memeras otakku.

Aku tak pandai menggabungkan kata demi kata dengan prosa berkelas borju. Yang kata orang-orang bilang, sajak mewah itu bisa bernilai mahal melebihi emas permata.
Agak berlebihan mungkin, namun seperti
itulah makna kata bagi para pujangga yang mengagungkan hidup dalam kata.

Dia, gadis manis bertato lebah diujung
pergelangan tangannya. Dia, gadis dengan paras wajah teduh yang selalu tersenyum pada siapapun yang menyapanya di sepanjang jalan. Dia, hampir tidak pernah aku melihatnya dalam topeng kemuraman.

Namanya Kemuning. Dia gadis berkulit
putih, peranakan jawa-manado sepertinya. Aku baru 3 hari mengenalnya lebih dekat.

Seperti mahasiswa tingkat satu pada
umumnya. Berjalan menundukan kepala
setunduk-tunduknya demi menghindari
teriakan para mahasiswa tingkat tua yang sudah mulai beroyot.

Aku. Peranakan sunda-jawa. Kulitku putih bersih, kelihatannya. Aku sebenarnya tidak begitu menyukainya, ini membuatku tampak seperti laki-laki pemuja laki-laki.

"Karena bergantian mataharilah, gelap itu dinamakan malam" jawabku sekenanya.
"Seperti tawa dan tangis, mereka hanya
saling menggantikan", rangkaian kata-
katanya semakin membuatku tak mengerti harus berbuat seperti apa.

"Ya, mungkin begitu", jawabku lirih
memalingkan pandanganku. Sekilas dia
nampak tersenyum masam. Apalah
artinya, aku tak pernah benar untuk
mengartikannya.

"Hanya karena kamu, aku bisa bertaruh
tentang kehidupan" mulut manisnya
memang selalu pintar menyulam kata-kata menjadi anggun terdengar.

Dia mahasiswi tercantik di universitas
pinggiran kota. Dia wanita anggun dengan rambut ikal yang selalu tertata rapi menutupi buah dadanya. Dia dua tahun lebih tua usianya di atasku.
Aku mengetahuinya setelah hampir tiga bulan aku menguntitnya. Dia selalu duduk di ujung bangku di samping rak buku empat tingkat di perpustakaan kampus. Dan selalu tumpukan buku berbau usang dengan tampilan vintage-nya, menutupi separuh muka halusnya.

Dan selalu, aku hanya berani memandangnya, menikmatinya  mengkhayalkannya dari satu sudut di
ujung berlawananan dengan posisinya.
Kartu pengenal biru muda miliknya itu
yang membuatku berniat mendekatkan
hasrat jiwa lelakiku untuk sekedar
bertegur sapa dengannya.

Aku sudah hampir satu semester menjadi bagian dari universitas di pinggiran kota. Sampai aku berusia hampir kepala dua, tubuhku sepertinya hanya diijinkan Tuhan untuk tumbuh ke atas. Berat badan jauh dari setengah tinggi badanku. Aku tidak percaya diri.

"Apakah itu anugrah untukku?" Tanyaku dengan satu kepulan asap rokok dari rongga hidung.
"Bisa kamu rasakan saja, seperti apa
seharusnya kamu merasakan." Dia berkata dengan bibir yang semakin bergetar.

"Kamu anugrah terindah yang pernah ada, pernah aku miliki." Aku mencoba berpuitis agar terlihat seperti lelaki normal pada umumnya.
"Tidak perlu mengagungkanku, aku sama
seperti yang lain," ucapannya menamparku halus, menggetarkan isi rongga perut dan mendesirkan aliran darah di tubuhku.

Dia berhasil kutemui diujung jalan kota
ini. Kuajak berjabat tangan, kupaksa dia
menyebutkan namanya, kuraih lengannya
untuk kugamit, kubuat dia tertawa. Masih ada beberapa adegan lagi yang kulakukan saat moment perkenalan itu.

Saat aku bisa membaui aroma tubuhnya yang wangi menggoda. Satu-satunya rasa yang kurasakan sepanjang hari itu adalah bahagia.

Hari berikutnya setelah perkenalan itu,
aku membuatnya terhipnotis. Bercerita,
berbagi kisah, bahagia, kesedihan, dan
semuanya terdengar merdu dari
keharmonisan kata-katanya. Sungguh
menjadi aku yang terhipnotis dengan
pesonanya.

"Aku begini karena aku tak cukup banyak kelebihan untuk mencintaimu atau bahkan hanya sekedar suka." Ungkapanku sudah merusakan garis mata coklat keemasan yang membingkai bulat matanya.

"Aku pikir ini hanya sandiwara."
"Kamu lebih cukup dewasa untuk
mengertinya."

Bendungan air matanya kulihat sudah tak sanggup menahan. Aku melihat kesedihan yang membungkus senyumnya.
Ini hari ketiga, malam ketiga pertemuan
kami. Bukan hanya terhipnotis karena
pesonanya, tapi aku terhipnotis oleh
rasanya yang dalam untukku.

Kesalahanku adalah merusak senyumannya. Olah kata kami mulai melemah saat pertemuan ini.
Aku lebih memilih menunggunya bercakap daripada harus memulainya dengan percakapan luka yang menggores pilu matanya. Ada yang berbeda. Tentu saja bukan yang kita kenakan, tapi rasa yang kita teriakan. Tiga hari. Dan aku harus berlari dari ini.

"Apa yang kamu minta apakah akan sama dengan apa yang kau berikan?"
Pertanyaannya dalam, menilisik ujung
hatiku yang entah sebenarnya diisi oleh
perempuan mana.

"Aku tidak akan memintanya lagi."
"Lalu harus bagaimana untuk kita?" Nada bicaranya mulai meninggi, dan kutebak, tak ada satu jam ke depan, perempuan ini akan lari dari hadapanku.

Hening yang menjawab, aku sungguh
bukan laki-laki pada umumnya yang
mampu menganalogikan perasaan dengan
bait-bait kata yang menggetarkan.
Dia sudah menjauh dari hadapanku
setengah jam lalu. Kemuning.

Aku masih terpaku dengan secangkir kopi yang terus mengendapkan intisarinya.

Dentang waktu selalu meninggalkan banyak cerita. Hanya tangis dan tawa yang tak pernah meninggalkan. Selalu ada. Meskipun terkesan sangat lama...

Gadis Kenangan

Aku selalu memanggilmu, gadis yang
datang dari kenangan. Selalu tersenyum
kala pikiran goyah, lalu membisikkan
kata-kata yang membuatku kuat.

Berabad-abad akan selalu kuingat
bisikanmu. Aku selalu menunggumu, gadis yang datang dari kenangan. Di tepi jalan itu, di bawah hujan yang murung dan senja yang bergetar. Jalanan sepi, dan langkah kecilmu perlahan menghampiri. Sebuah payung berwarna biru muda kau pegang di tangan kananmu.

Aku selalu bercanda denganmu, gadis yang datang dari kenangan. Bicara tentang nyiur angin di sawah. Berkhayal tentang masa depan di bawah malam buta. Merencanakan petualangan seru yang akan kita arungi berdua. Hanya berdua.

Dan di bawah rembulan, kita selalu bicara tentang cinta yang ringan dan mudah kita pahami. Aku selalu menggenggam jemarimu, gadis yang datang dari kenangan. Angin perlahan berbisik mesra.

Jalanan yang penuh daun gugur.
Langkahmu sesekali menginjak dedaunan
hingga timbulkan bunyi yang renyah dan
nyaring. Itulah bunyi yang kau suka.
Sementara takhenti alunan nyanyian
bunga-bunga mengalun dari mulut kita.

Waktu perlahan menuju tua, seperseribu
detik menuju senja. Masihkah kau
mengendap dalam kenangan?

Aku selalu merindukanmu, gadis yang
datang dari kenangan. Perlahan air mata
menetes, mengenangmu. Karena
mengenangmu adalah candu yang tak bisa
ku enyahkan. Aku harus menelan luka jika ingin kutuntaskan segala kenanganmu.

Aku selalu menrindui mu, gadis yang datang dari kenangan. Selalu kucari jejak
peradaban kita dalam setiap helai udara
yang kuhirup.

Saturday, March 1, 2014

Dekapan Sang Kabut

Rindu...
Dendam hujan pada bumi semalaman...
Menyisakan dingin hingga ke sumsum...
Pagi ini...
Aku kedinginan dipeluk kabut yang sama
Dimana kita pernah tak sengaja
terperangkap hanya berdua didalamnya

Apa kau merasakannya???

Tak terabakah olehmu rindu yang
membuncah?
Meski mata tak bersitatap
Meski mulut tak saling bercakap
Pun kita pernah melewati kemesraan pagi...
Dan malam-malam basah meski dalam
ingatan

Apa kau mengingatnya???

Ah, mungkin memang sebaiknya terlupa
Agar pertemuan kita yang kedua
Semakin mendenyutkan gerak nadi...