Sunday, December 8, 2013

CERPEN ROMANTIS: Bahasa Cinta (Part 2)


"Setelah saya pelajari sekilas, sepertinya saya sudah temukan bentuk tanah yang cocok di hunian itu. Saya sudah tak sabar lagi untuk membuat gambarnya." Ujar Yulian.
"Jadi Nona sudah mendapatkan ide?" Tanya Pak Gerry tak percaya. (Bahasa Cinta part 1)

~~~ Bahasa Cinta (Part 2) ~~~

Setelah menandatangi perjanjian kontrak, Pak Gerry memperkenalkan Yulian kepada stafnya satu persatu. Keberadaan Yulian di kantornya nanti tentu akan membawa peranan penting. Begitu pikir Pak Gerry.
"Senang berkenalan dengan anda, seorang sekretaris senior." Sanjung Yulian.
"Terima kasih." Ucap Lasmiranda yang diam-diam merasa iri melihat kecantikan teman barunya itu.
Lalu kepada Katrina sang Bendahara, Siska sang penerima tamu, juga kepada Arvan seorang insinyur muda yang punya otak cemerlang.
"Masih ada satu staf lagi yang sangat berpengaruh di sini, dia bagian promosi tapi sayang dia sedang memasang iklan di salah satu TV swasta." Kata Pak Gerry setelah berada di ruang kerjanya.
"Saya lihat mereka orang-orang muda yang berkualitas." Ujar Yulian.
"Tentu." Kata Pak Gerry bangga.
Yulian di tempatkan satu ruangan dengan Arvan.
Arvan menghentikan rancangan gambarnya ketika Yulian mendekat.
Sementara itu di ruang operator, Siska sedang menerima tamu seorang lelaki muda yang sangat eksentrik. Rambut panjangnya di tarik kebelakang lalu diikat dengan karet gelang. Lelaki itu mengaku bernama Andreas. Sejatinya wajah cowok itu cukup tampan, tetapi karena dandanannya yang seenaknya, Siska jadi merinding.
"Saya ingin bertemu dengan Bos-mu."
"Baru saja saya dipesan oleh Pak Gerry agar siapa pun jangan menggangunya. Saya takut dimarahi kalau..."
"Dia ada di ruang kerjanya kan?" Potong Andreas.
"Benar, namun beliau tidak ingin diganggu."
"Kalau begitu saya langsung masuk saja."
"Jangan!" Siska buru-buru mencegah. "Nanti saya yang disalahkan."
"Oke... oke. Kalau begitu sampaikan saja sama Bos-mu kalau saya datang." Andreas lalu membalikkan tubuhnya hendak pergi.
"Apa sebaiknya tidak ditunggu?"
"Tidak usah, besok saya datang lagi." Andreas langsung melangkah pergi dengan tas ransel menggelayut di pundaknya.

"Selamat pagi Yul... kamu rajin deh, baru jam tujuh sudah sampai di kantor." Sapa Siska keesokan paginya.
"Rumahku kan di Bogor, lebih dekat dari yang lain. Sudah selayaknya kalau aku datang lebih dulu." Jawab Yulian.
Pagi itu belum lewat jam setengah delapan, tetapi Yulian sudah membuat rancangan gambar yang dikonsepnya kemarin malam di rumah. Ia bersemangat dengan pekerjaan barunya. Seolah tak peduli dengan jam kerja yang berlaku di perusahaannya. Yang dia tahu, apa yang telah di percayakan Pak Gerry kepadanya adalah suatu tanggung jawab.
Siska bermaksud ke ruang kerja Yulian sebelum jam delapan. Ia ingin tahu model pertamanan dan eksterior yang di rancang teman barunya itu. Tapi baru saja hendak beranjak, Hermawan muncul. Mau tak mau Siska mengurungkan niatnya. Menyambut cowok keren itu tentu lebih menarik.
"Pagi cantiiik..." sapa Hermawan. Lelaki dua puluh delapan tahun itu selalu menyapa begitu terhadap Siska.
Yang di sapa cuma mengembangkan senyum. "Kemana saja Mas? Seminggu ini nggak kelihatan batang hidungnya." Sambut Siska yang selalu bersikap manja terhadap cowok itu.
"Biasa,,, masa nggak tau kesibukanku sih?" Hermawan menjawil pipi Siska dengan gemas. Tentu saja itu membuat Siska cemberut.
"Rekaman iklan real estate kita ya?"
"Yoa..." Hermawan tertawa lepas. Tapi diam-diam dia menyukai bibir Siska jika sedang cemberut seperti itu. Bibirnya yang tipis malah jadi semakin menggemaskan.
"Eh... Arvan sudah datang?" Hermawan mengalihkan pembicaraan.
"Tau..." jawab Siska acuh.
"Marah ni yee?" Hermawan coba merayu.
"Eh, nanti malam aku mau ngajak kamu nonton, filmnya bagus lho, nanti jam Tujuh aku jemput ya?" Hermawan mulai memasang jerat.
Siska tetap diam. Hati Siska sebenarnya bersorak gembira, tapi karena rasa dongkolnya ia tetap nggak mau menyahut. Hermawan berniat mengatakan sesuatu kepada Siska, namun segera di urungkan ketika tiba-tiba Yulian muncul.
"Arvan sudah datang Sis?" Tanya Yulian.
"Belum, sebentar lagi juga datang." Sahut Siska setelah sejenak melihat jam tangannya.
Sementara itu Hermawan cuma melongo melihat kehadiran Yulian. Diam-diam dia harus mengakui kalau gadis itu sungguh luar biasa. Kecantikannya sepuluh kali lipat dari Siska.
"Hey... bengong." Usik Siska. Dijawilnya lengan Hermawan. Cowok yang memang mata keranjang itu terhenyak, lalu mengembangkan senyum ke arah Siska.
"Karyawati baru?"
"Ya, kenapa? Kagum dengan kecantikannya?"
Hermawan tersenyum. "Tapi sombong sekali, bagian apa dia?"
"Dia yang akan merancang taman dan eksterior real estate." Diam-diam Siska jadi sangat cemburu terhadap Yulian
Bisa-bisa Hermawan kecantol lalu mencampakan aku, pikirnya.
Tiba-tiba Arvan muncul dengan senyum kalemnya. Siska cepat nyeletuk. "Yulian nungguin kamu Mas."
"Oh ya? Oke aku langsung kesana."
Hari itu Pak Gerry tidak datang. Menurut informasi dia pergi ke rumah sakit karena Clara istrinya sakit. Jika Pak Gerry tidak hadir, maka Hermawalah yang menangani segala sesuatunya. Tetapi karena Hermawan yang konon doyan perenpuan itu sudah tidak punya wibawa lagi di mata bawahannya, maka pekerjaan hari itu banyak di habiskan untuk bersabtai. Kecuali Arvan dan Yulian yang tetap menjalankan tugasnya dengan baik hingga sore hari.

Enam bulan telah berlalu. Angin Oktober menerpa rambut hitam panjang itu. Sesekali rambut itu tergerai menutupi wajah anggun seorang gadis yang sedang berdiri tegap. Matanya memandang ke arah hamparan tanah kosong, menatap para pekerja yang sedang mengelola tanah.
Gadis itu tak menghiraukan terik matahari yang membakar kulit halusnya. Ada sesuatu yang ia nikmati rupanya. Apalagi kalau bukan semangat pekerja kasar yang menggali dan mengangkut tanah. Juga tawa para pekerja karena selingan kelakar mereka.
Sebuah Jeep Wills bercat hijau tiba-tiba berhenti di dekat gadis itu. Karena mobil itu open cap. Maka si gadis tahu siapa yang datang. Ia menoleh ke arah pemuda berambut panjang yang dibiarkan acak-acakan itu.
"Aku sudah nggak sabar lagi untuk bekerja. Tanganku sangat gatal jika melihat rancangan gambarmu Yul." Ujar pemuda eksentrik itu tanpa menoleh ke arah si gadis.
Yulian menoleh sebentar, lalu tersenyum. Lelaki eksentrik itu adalah Andreas. Seorang seniman yang mahir dalam pembuatan patung dan relief.
Andreas baru di kenalnya seminggu yang lalu.
"Bersabarlah! Nanti juga ada saatnya kamu bekerja."
"Menurutmu berapa bulan kita bisa selesaikan rancangan kita?"
"Tiga atau empat bulan sudah selesai, tapi untuk menjadi sempurna mingkin akan memakan waktu sekitar satu sampai dua tahun. Tanamankan butuh waktu untuk tumbuh dengan baik."
"Kulihat beberapa hari ini kamu sering melamun sendirian di sini, ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?" Usik Andreas.
"Yang namanya melamun itu sedang berandai-andai, bukan sedang berpikir."
"Lalu kamu melamun atau berpikir?"
"Aku sedang menemani pekerja itu. Kulihat mereka begitu bersemangat setiap aku berada di antara mereka."
Andreas tertawa. "Karena kau mempunyai daya magis yang kuat. Bagaiman mereka nggak semangat kalau di depannya ada seorang gadis cantik yang selalu tersenyum dan membelikan rokok buat mereka. Pasti mereka merasa di hargai."
"Aku sadar. Tanpa mereka aku tak bisa berbuat banyak. Ini suatu mekanika kerja yang harus di lestarikan. Mereka juga manusia yang memerlukan pengakuan akan perannya."
"Tanpa menghiraukan gunjingan orang? Teman sekerjamu misalnya?" Andreas menatap wajah Yulian yang begitu ceria siang itu.
"Cukup di dengar saja. Mungkin pandangan mereka berbeda."

Bersambung lagi... hehehe...
To be Continue....

0 comments:

Post a Comment