Sunday, February 23, 2014

Malam tak Selamanya Kelam

Kepakan sayap burung gereja mulai
mengarah ke sarangnya. Matahari
menutupkan diri ke ufuk timur. Ada
segerombolan bebek peliharaan yang
berbaris rapi memburu istananya.

Rombongan anak laki-laki berseragam
kaos tak berlengan, berlenggang jalan,
berlarian kecil, bergurauan, dengan peluh
keringat basah di sekujur lekuk tubuhnya.
Tak bedanya dengan para ibu yang mulai
meneriaki anak-anak gadisnya untuk
segera pulang dari bermain tali.

Apalah istimewanya saat malam
menjelang tanpa cerita kopi panas untuk
berteduh, melepas dahaga?

Bapak-bapak pulang dari kubangan dunia kerjanya. Membawa peluh keringat dan jidat berkerat. Yang diberikan ibu hanyalah secangkir kopi panas dan senyuman yang terasa memaniskan pahitnya kopi.

Istimewanya mereka menyambut malam, menyambut waktu panjang untuk
bermimpi.

Sebagian penghuni dunia menikmati
malam dengan santai dan terlelap pulas.
Beberapa menghabiskan malam dengan
sorak gembira pada langit bintang yang
gemerlap. Namun kehidupan lain nampak
lebih hidup saat malam menyapa. Tak
mudahnya melewati malam dengan santai
dan bersorak gembira.

Mereka menyambut malam dengan peluh keringat, mengharapkan kehidupan mendatang akan lebih terang.

Malam yang dilakukan istimewa, akan
diberikan keistimewaannya oleh Sang
Pencipta.
Malam yang berlipat kebaikan. Yang penuh dengan lantunan pujian suci
pada Sang pencipta.
Malam menjadi misteri...
Malam menjadi pertanda akan mulainya kehidupan esok hari.

Tak hanya hembusan yang diharapkan kebanyakan orang, namun limpahan hingga yang berlapis yang selalu didamba.
Ceritanya hidup tetap akan berkisah meski malam menyapa. Menerka hidup selanjutnya. Menemani sajak-sajak pencari rejeki.

Malam yang temaram tak selamanya menjadi kelam...

0 comments:

Post a Comment