Tidak mudah menjadi tua. Apalagi ketika muda hidupnya penuh dengan puja dan puji. Tanyakan saja pada Francesco Totti! Di kala karier sepak bolanya mulai memasuki usia senja, Sang Pangeran Roma mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes. Memang, usianya yang menginjak kepala Empat belum memasuki usia tua. Tetapi di dalam sepak bola, angka tersebut merupakan alarm untuk kariernya sebagai pemain berada di batas akhir.
Musim lalu, Media Italia ramai memberitakan kabar tentang Sang Pangeran yang mulai merajuk. Ia mengeluhkan statusnya di AS Roma, club yang dibelanya sejak belia. Totti dikabarkan kesal dengan minimnya kesempatan bermain. Pekan demi pekan Serie-A bergulir, Totti sekedar melewatkan pertandingan dengan hanya duduk gelisah di bangku cadangan. Hingga pergantian pelatih dari Rudi Garcia ke luciano Spalletti pun tak mengubah banyak. Situasinya tetap sama.
Berikut foto-foto ekspresi Francesco Totti ketika berada di bench
Karena yang mengeluh adalah simbol, maka keluhan pun menjadi ramai. AS Roma gempar, Romanisti pun terbelah. Membela Totti atau Pelatih? Bahkan Presiden Klub AS Roma, James Pallotta merasa perlu berbicara untuk meredakan situasi. Dan tentu saja, Klub lebih utama, sehebat apapun seorang pemain.
"Saya terkejut dengan reaksi Francesco. Saya tidak mengharapkan itu, tapi saya dapat memahaminya. Dia pemain besar, Superstar. Tetapi pilihan pelatih adalah fundamental, bahwa tim lebih utama ketimbang pemain." ujar Sang Presiden.
Di tempat lain, musim 2015/2016, kita tidak lagi melihat Steven Gerrard
berseragam Liverpool. Pemain berusia 35 tahun tersebut memilih untuk
meninggalkan The Reds yang sudah dibelanya sejak 1987
(akademi), atau 1998 saat menjadi pemain profesional. Gerrard memilih
untuk meanjutkan karier bersama kesebelasan asal Amerika Serikat, Los
Angeles Galaxy.
Berakhirnya loyalitas Gerrard bersama Liverpool
pun dibarengi dengan berakhirnya pengabdian Xavi Hernandez bersama
Barcelona. Xavi, yang pertama kali masuk akademi Barca pada 1991,
meninggalkan Blaugrana untuk membela kesebelasan asal Qatar, Al Sadd.
Tak
bisa dimungkiri, iming-iming pendapatan yang berlimpah di usia senja
tentu menjadi pertimbangan penting bagi Gerrard dan Xavi. Di usia mereka
yang sudah semakin renta sebagai pemain, tidak banyak kemungkinan
mendapatkan penghasilan besar. Mereka memang pemain top, tapi di usia
yang sudah tidak muda lagi, mereka tak bisa diharapkan bermain
terus-menerus dalam iklim kompetisi yang ketat dan padat.
Tapi
hengkangnya Gerrard dan Xavi dari kesebelasan yang membesarkan namanya
bukan menjadi pertanda bahwa loyalitas seorang pesepakbola telah mati di
era modern ini. Di ibukota Italia, terdapat seorang pemain yang masih
mengedepankan loyalitas di atas segalanya. Ya, loyalitas, itulah yang
selama ini dipegang teguh Francesco Totti bersama AS Roma. Meskipun saat ini kerap menjadi penghias bangku cadangan.
Pada musim ini, AS Roma boleh saja mempunya sederet pemain depan yang bisa menjadi andalan, seperti
Edin Dzeko, Salah, El Sharawi, hingga Perroti. Tapi, ada atau tidaknya mereka,
Totti tetaplah Totti, pemain dengan tingkat loyalitas tinggi. Untuk
urusan skill mengolah bola, Totti masih dalam keadaan prima meski ia kini berusia 40 tahun. Visi bermainnya, tendangan akuratnya,
operan-operan terukurnya, eksekusi penalti, dan pergerakannya untuk
membuka ruang masih bisa diandalkan.
Musim 2016/2017 menjadi musim yang ke-25 Totti bersama AS Roma.
Pencapaian ini melewati pencapaian Ryan Giggs (Manchester United),
Bob Crampton (Blackburn Rovers), Konstantin Lyaskovskiy (CSKA Moskow),
Paolo Maldini (AC Milan), Max Morlock (FC Nuremberg), Ted Sagar
(Everton), dan Humood Sultan (Muharraq Club), sebagai pemain dengan one-club men terlama kedua sepanjang sejarah sepakbola.
Untuk menjadi pemain one-club men
terlama sepanjang sejarah, Totti membutuhkan dua musim lagi untuk
membela AS Roma. Saat ini, rekor terlama dipegang oleh Sait Altinordu
yang membela kesebelasan Turki, selama 27 tahun pada
1929 hingga 1956.
Lantas, bisakah Totti melakukannya? Jika ia
konsisten pada apa yang pernah ia ungkapkan pada 2013 lalu, Totti bisa
saja memecahkan rekor tersebut. Empat tahun lalu, setelah mencetak gol ke
225-nya di Serie A yang menyamai rekor Gunnar Nordahl, ia mengatakan
akan coba memecahkan rekor 274 gol legenda Italia, Silvio Piola.
"Melewati Piola? Saya akan pensiun jika saya berhasil melakukannya," ujar Totti saat itu.
Lantas bagaimana dengan kabar yang beredar bahwa ini adalah musim terakhir Sang Pangeran?
"Adalah ambisi terbesar saya untuk selalu terikat dengan warna ini (Roma). Saya tetap akan mendukung Roma di dalam lapangan, di bench,
maupun di tempat mereka yang sedang atau akan mengenakan seragam ini.
Saya selalu berhasrat dan memimpikan yang terbaik untuk tim ini," papar
Totti.
Maka
pertanyaan ‘kapan Totti pensiun?’ menjadi pertanyaan yang sulit
ditemukan jawabannya. Karena berdasarkan pernyataannya di atas, selama
Totti masih bisa berlari dan dibutuhkan oleh Roma, Totti tetap akan
menjadi penggawa Roma dan tak akan mengakhiri kariernya sebagai
pesepakbola meskipun kontraknya bersama Roma akan berakhir pada musim ini.
"Saya lahir untuk bermain sepakbola dan akan
mati dengan melakukan hal yang sama. Maka tidak dapat dimungkiri, bahwa
saya akan terus berada di permainan ini, melakukan sesuatu dan berbicara
tentang sepakbola. Saya akan 'melempar handuk' jika saya jika saya
mulai sering melakukan kesalahan demi kesalahan," ucap Totti kepada GQ.
Hingga akhirnya ...
Dengan yang namanya waktu, manusia tak bisa berbuat banyak. Betapa kita
ingin membuatnya terasa lebih lambat atau lebih cepat, ia tetap berjalan
sebagai mana mestinya. Yang bisa kita lakukan hanyalah menikmati setiap
detiknya.
Saat sesuatu yang sudah lama dinikmati sudah hampir habis, wajar kalau kita merasa gelisah. Tidak rela kehilangannya.
Perasaan gelisah itu pula yang mungkin sedang meliputi sebagian besar (kalau tidak bisa dibilang semua) Romanisti. Termasuk Saya yang memang seorang Romanisti. Awalnya pun, Saya menjadi Romanisti Karena beliau, Sang Pangeran Ibukota.
Mereka sadar kalau ia, sang pangeran yang sudah dua dekade lebih
mengabdi pada satu nama, sudah mendekati senjanya. Ia, Francesco Totti,
sudah termakan waktu.
Musim ini Totti berusia 40 tahun. Usia yang uzur
untuk seorang pemain sepakbola.
Berbanding terbalik dengan angka
di usianya yang menanjak, jumlah penampilan Totti di atas lapangan
menurun. Sangat wajar memang. Apalagi melihat nama-nama yang kini
mengisi barisan depan AS Roma. Ada Mohamed Salah serta Edin Dzeko yang
kini menjadi andalan.
Saat Serie A 2015/2016 bergulir, sudah ada
indikasi dari Rudi Garcia kalau kaptennya itu akan mulai diatur jumlah
penampilannya. Baru di pekan ketiga Garcia menurunkan Totti.
Sampai
liga berjalan enam pekan, Totti baru tampil tiga kali. Penampilan
terakhirnya di laga melawan Carpi (26/9/2015), satu hari
sebelum ulang tahunnya, Totti cuma tampil sekitar sembilan menit. Masuk
menggantikan Dzeko di babak kedua, Totti kemudian ditarik keluar lagi
karena mengalami cedera tak lama setelah terlibat dalam gol Salah. Di
Liga Champions
matchday 1 musim lalu, Totti juga hanya menyaksikan rekan-rekannya melawan Barcelona dari bangku cadangan.
Dari
peran Totti yang mulai tereduksi itu, fans Roma seperti dibiasakan
untuk MELIHAT AS ROMA TANPA TOTTI. Mungkin seperti itulah rasanya saat
Totti sudah gantung sepatu.
Romanisti pun mulai gelisah,
mungkin memang saat itu sudah dekat. Mungkin inilah kali terakhir sang pangeran mengenakan
jubahnya.
Pertanda tersebut salah satunya dirasakan oleh Marcelo
Lippi. Mantan pelatih timnas Italia yang bersama Totti meraih gelar
juara Piala Dunia 2006 itu merasakan ada kesedihan dari kapten Roma itu.
Lippi menyaksikannya saat Totti mencetak golnya yang ke-300 untuk Roma
ke gawang Sassuolo pekan lalu. Lippi merasakan ada 'kesedihan' di balik
perayaan yang sederhana itu. Usai mencetak gol, Totti hanya
membentangkan kedua tangannya lalu memberi salam ke tribun penonton di
mana dua anaknya --Cristian dan Chanel-- merayakan gol ayahnya.
"Saya
ada di Olimpico menonton Roma melawan Sassuolo dan melihat Totti
mencetak golnya yang ke-300. Ada perayaan di mana anak-anaknya, yang
juga datang menonton, diliputi kebahagiaan. Tapi saya merasakan
kesedihan dalam dirinya. Ada sedikit (kesedihan) mengelilingi Francesco
saat ini." ujar Lippi.
"Saya tidak tahu apakah ini karena dia
tidak banyak dimainkan belakangan ini, atau mungkin dia mulai mengerti
bahwa dia menuju akhir dari karier fantastisnya."
Totti menuju akhir kariernya memang tak bisa dibantah. Tapi melepas Totti bagi
Romanisti bukan
perkara mudah. Ia bukan sekadar pemain atau kapten. Totti adalah
simbol. Simbol kesetiaan dan cinta pada klub. Roma tanpa Totti tentu belum terbayang.
Membayangkan
rasa kehilangan itu saja pasti sulit untuk fans Roma. Maka tak heran
kalau mereka rasanya ingin memutar kembali waktu atau melambatkannya
demi melihat Totti lebih lama bersama serigala-serigala Roma.
Tapi
itu jelas tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah menikmatinya.
Perkara apakah ia akan gantung sepatu di akhir musim, itu nanti saja
dipikirkannya. Mari nikmati setiap momennya di atas lapangan. Nikmati
setiap aksinya. Nikmati setiap golnya. Nikmati setiap perayaannya.
Apapun itu. Nikmati selagi ia masih beraksi.
NIKMATILAH SETIAP DETIKNYA...!!!!!!!!
Mohon koreksinya dari para pembaca semua jika terjadi kesalahan penulisan.
Ditulis dari berbagai sumber : #Detik #Kompas #Tribun #GoaldotCom #Soccer #Bola #IUR
Tanjung Pinang, 13 Februari 2017
Februari lalu, media
Italia ramai memberitakan kabar tentang sang pangeran yang mulai
merajuk. Dia mulai mengeluhkan statusnya di AS Roma, tim yang dibelanya
sejak belia. Totti diberitakan kesal dengan minimnya kesempatan bermain
nya. Pekan demi pekan Serie A bergulir, Totti sekadar melewatkan
pertandingan demi pertandingan dengan duduk gelisah di bangku cadangan.
Pun, ketika posisi pelatih berganti dari Rudi Garcia ke Luciano
Spalletti, situasinya tetap sama. Sang pelatih lebih suka memainkan
pemain muda macam Stephan El Shaaraway, Diego Perrotti atau Mohammed
Salah.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi
tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan
kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang
pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental
orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini.
Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak
bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a