Wednesday, September 10, 2014

Self Editing by @KampungFiksi

Repost: Penerbit DIVA Press.
*Senin Menulis: #SelfEditing by @KampungFiksi Typhobia, 20 April.

Oke, kita bahas #selfediting ya. Ini penting banget, terutama buat penulis yang masih puber. Hihi. #SeninMenulis. 
Kebiasaan penulis pemula: baru aja beres nulis novel, langsung merasa keren. Padahal itu naskah mentah. Dia baca ulang naskah novelnya keesokan hari, dan perasaannya masih sama: luar biasa! Dikirimlah naskah itu ke penerbit. Dua bulan kemudian terkejutlah dia mendapat kabar bahwa naskahnya ditolak. Kenapa, Tuhan? Kok bisa begini? pikirnya, lebay

Alasan penolakan penerbit adalah karena naskah itu masih berantakan. Jiwa pubernya jelas berontak. Tidak setuju.
Penantian dua bulan terasa sia-sia. Dia lantas membaca lagi naskahnya, hendak membuktikan bahwa naskahnya tidak berantakan.
Saat itulah dia serasa mendapat teguran dari Tuhan. Naskahnya mendadak kelihatan jelek. Banget!
Penulis macam begini, kalau tidak memperbaiki tabiatnya, pasti tidak akan menghasilkan karya yang bagus.
Jika kalian baru beres nulis novel atau cerpen, tutup dulu tulisan itu. Endapkan. 
Lalu sibukkan diri kalian dengan membaca buku-buku lain, atau menulis karya yang lain.
Jika karya yang sedang diendapkan itu akan meniru gaya menulis orang lain, maka isi waktu dengan membaca buku penulis itu.
Rasa kecewanya ditepikan. Yang dia lakukan setelah mendapat saran dari temannya adalah memperbaiki kesalahan penulisan (typo). 
Setelah selesai memperbaiki kesalahan penulisan, dia endapkan lagi naskah itu. Tidak tergesa-gesa seperti sebelumnya.
Karena sangat mengidolakan Dee, dia membaca buku Dee di sela pengendapan naskahnya. Dia ingin naskahnya punya cita rasa sama.
Naskah itu dibaca lagi untuk menelaah gaya tulisan (sudah miripkah dengan tulisan Dee?) sambil mengamati logika cerita. 
Karena typo sudah dibasmi di tahap perbaikan pertama, proses perbaikan tahap kedua berjalan lebih menyenangkan. 

Ah, kalimat ini bisa diubah strukturnya agar lebih mirip gaya bertutur Dee. Em, yang ini lebih baik dibuang saja, gumamnya. 
Dia tidak ragu untuk membuang beberapa kalimat atau bahkan satu adegan agar tiap kata dalam karyanya punya kepentingan.
Dia membedah karyanya menggunakan pisau bedah tertentu, yakni gaya menulis Dee. Editing seperti ini jelas arah tujuannya.

Ada banyak diksi dari buku Dee yang akhirnya ikut terpakai di naskahnya. Ini lumrah dan bukan plagiarisme.
Bagian-bagian yang tidak logis akhirnya diperbaiki. Kata-kata dalam karyanya menjadi padu, saling terkait, tidak kontradiktif. 
Naskahnya mengalami peningkatan kualitas. Tapi dia tidak merasa bungah berlebihan. Pasti masih ada celah di karyanya.
Diserahkanlah naskah itu ke beberapa teman yang senang membaca. Dia meminta saran dan kritik dari mereka. Ini tahap ketiga.

Dua minggu kemudian kritik berdatangan. Oh, iya, ini ternyata nggak logis. Ehm, ini harusnya diganti. Dia sibuk lagi. 
Setelah tahap ketiga selesai, dia baca ulang naskah itu dengan pelan-pelan sebagai pengecekan akhir.
Naskah itu dikirim kembali ke penerbit, kali ini dengan kepercayaan diri yang tahu diri. Tidak terjebak euforia. 
Muncul tanya, "Berapa lama pengendapan tulisan sebaiknya dilakukan?" Sampai kamu lupa detail tulisanmu. Cobalah seminggu. 

Kok proses nulis lama banget? Iya, lama dan melelahkan. Tapi proses macam itulah yang membuat tulisanmu berisi.

Setiap yang dibuat dengan instan tidak akan mengandung banyak kesan. Begitu pula tulisan. Kalau ada yang bilang menulis itu gampang, dia pasti tidak sedang bicara tentang tulisan yang berkualitas. Menulis butuh kerja keras, disiplin, dan mental yang tahan banting. Penulis manja lebih baik menulis buku diary saja. #eh

Copyright by Mimin @KampungFiksi
The note has been chirpified
Atchirpstory.com/li/201164

Related Posts:

  • Happy New Year 2015   Nggak terasa sudah di penghujung tahun, bukan lagi dalam hitungan hari ataupun Jam, tapi dalam hitungan menit. Perasaan baru kemarin telinga ini serasa tuli mendengar berbagai suara petasan dan terompet menyambut … Read More
  • Ku Cintaimu dari Kekurangan Hingga Lebihmu (1st Anniversary our Wedding) Hari ini, tepat setahun yang lalu, 10 oktober 2013. Aku mengucapkan janji suci di hadapan Penghulu, dan di saksikan begitu banyak orang.  Dan tidak terasa aku sudah genap satu Tahun men… Read More
  • Pagi Menjawab CintaSuara riuh anak-anak, kadang memekik kadang bersahutan, semua larut dalam kegembiraan. Di aula sederhana berdinding retak dengan cat tembok yang mulai meluntur mereka riang gembira bersama sosok gadis bertubuh luwes yang kad… Read More
  • Mencintaimu Cukup Bagiku “Gabriel.. ayo!” Waktunya tiba, perempuan paruh baya itu sudah memanggilku. Aku tak punya alasan lagi untuk berkata ‘tidak’. Kupandangi pintu lobi itu, entah untuk yang keberapa kali. Disana ada seorang penjaga, masih … Read More
  • Andai Daun itu Uang   Coba, di dunia ini nggak ada uang. Setidaknya, segala sesuatu memang memiliki nilai tapi tidak dengan nilai materialistik seperti saat ini. Atau jika uang memang harus terus dan tetap ada di dunia, bisakah daun-d… Read More

0 comments:

Post a Comment