Pages - Menu

Thursday, May 22, 2014

Ya Sudahlah

Catatlah!
Ketika tawa tak dapat lagi diciptakan, kemudian hanya muncul keheningan. Meraungi
gumparan sunyi yang memantul
perlahan dari rerambatan angin
malam. Sungguh, saat tak ada lagi
yang mampu mendengar apa yang
kita kesahkan, tuliskanlah!!!

Maka kau akan mengerti, bahwa kau masih punya arti, setidaknya untuk diri sendiri.

Catatlah ketika yang kau temui tak
dapat kau bagi dengan siapapun.
Dan saat sunyi hanya menyanyikan
dengungan nafas sendiri, ketika
sepi merambati. Sampai suatu
ketika kita akan tahu, bahwa
semua yang pernah kita lalui,
sekecil dan seremeh temeh
apapun itu, dia punya makna,
karena kita telah membingkaianya
lebih dalam kata.

       IwanTotti. 22.05.2014

Tuesday, May 13, 2014

I'm Sorry Good Bye

Akan ku ukir satu kisah tentang kita
Dimana baik dan buruk terangkum oleh indah
Akan ku cerma semua karya cipta kita
Dimana hitam dan putih terbalut oleh hangatnya cinta...
(Tunjuk Satu Bintang-Sheila on 7)

Dalam hidup ini kita selalu di hadapkan dengan berbagai pilihan. Tak jarang dalam sebuah pilihan harus mengorbankan sesuatu yang sangat kita cintai.
Tiga Belas tahun bukanlah waktu yang singkat, banyak cerita suka, duka, tangis, tawa yang terekam sangat baik dalam memory otak ini.
Berbagai kejadian di tempat ini, tempat yang telah membuat aku seperti ini. Terimakasih atas kebersamaan ini, kebersamaan dalam kurun waktu yang bisa di katakan tidak singkat ini, kalian telah mengajarkan aku banyak hal.

Setelah hari ini, mungkin tak ada lagi celotehku yang asal. Yang kerap membuat kalian tertawa, kadang pula ucapanku yang membuat kalian sakit hati. Nggak akan ada lagi orang yang merepotkan kalian dengan perintahku. "Tolong ini! Tolong itu!!! Ambilin ini, itu!!! kamu harus begini, begitu!!!"

Sekali lagi terimakasih atas semua yang pernah kau lakukan, juga aku banyak minta maaf atas kasalahanku selama kebersamaan kita.

Jabat tanganku! Mungkin untuk yang terakhir kali...
Kita berbincang tentang memory di massa itu...
Peluk tubuhku, usapkan juga air mataku...
Kita terharu seakan tidak bertemu lagi...

Bersenang-senanglah karna hari ini akan kita rindukan...
Di hari nanti, sebuah kisah klasik untuk massa depan...
Bersenang-senanglah, karna waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua...

Sampai jumpa kawanku, semoga kita selalu...
Menjadi sebuah kisah klasik untuk massa depan...
Sampai jumpa kawanku, semoga kita selalu...
Menjadi sebuah kisah klasik untuk massa depan...
(Sheila on 7-KISAH KLASIK)

        Panumbangan, 13 Mei 2014

Tuesday, May 6, 2014

Terimakasih Takdir

Gadis Misterius...
Dulu, ini adalah sebutan untuk
sebuah jiwa yang kerap muncul
dalam baris puisiku. Kerap juga aku memanggilmu Mrs. X.

Tentang seseorang yang dulu
mengajarkanku arti sebuah debar pertemuan dan merasakan setiap desir aneh yang tak sempat kuberi nama saat menatap wajah berhiaskan tatapan sendu dan senyum hangat itu. Beberapa bulan berlalu. Entah siapa yang harus disalahkan hingga sampai saat ini tak pernah lagi kulihat sosoknya. Mungkin tak hanya sosoknya yang kurindukan, tetapi debar itu, desir itu.

Demikian mudahkah takdir
mempermainkan kita? Dulu rintik gerimis siang mengantarkanku padamu. Kini jejakmu hilang diantara debu yang memekat seiring dengan rintik yang terlihat semakin malu untuk menyentuh
bumi. Apa harus kutanyakan tentangmu pada angin yang dulu kerap membisikkan bayangmu namun yang ada sekarang hanya hening?

Usahlah kukira. Mungkin ini saatnya aku berterimakasih pada takdir yang dulu sempat membawakanmu padaku.
Mengenalkanku pada debar dan desir itu.
Kini, Gadis Misterius hanyalah judul
sebuah folder di dokumenku.
Semua kenangan tentang sosok itu
tersimpan rapi disana. Kau, jiwa yang masih senantiasa rahasia dan sosok yang kini hilang diantara detak waktu.

Sampai bertemu lagi di rintik yang lain...

               Tasikmalaya, Oktober 2013

Ketika Kau dan Aku Bicara Rindu

Semua selalu tentang kita....

Tentang Kau dan Aku yang membayang
genggam, tentang Kau dan Aku yang selalu bicara rindu.
Adakah waktu mengerti tentang temu?
Atau adakah jarak mengerti tentang
rindu?

Ini tentang kita yang saling menguatkan.
Bukan dengan genggaman atau tatapan
tapi justru dengan rindu. Aku dan Kau
terjebak dalam ruang ruang kosong dimana tak satu pun pintu terbuka untuk
mempertemukan dua hati yang disatukan
senja.

Kata-kata yang tak bosan kukirimkan padamu, hanya salah satu dari banyak cara untuk membiarkan rindu ini berteriak bebas. Pun detik-detik yang
berlalu diantara perbincangan kita hingga
dini hari itu, entah mengapa masih saja
belum bisa mengurangi lantangnya jeritan
rindu.

Dan lagi, kita membuktikan bahwa jarak
tak selamanya menenggelamkan dekat. Kau dan Aku justru menyulam dekat dari jarak yang demikian pekat. Mengapa harus ada air mata rindu jika rindu ini justru melahirkan bahagia? Usahlah lagi kurasa, kuulang betapa aku merindukanmu. Kata-kata telah luruh di antara rasa yang demikian tak bisa digambarkannya.
Kau dan Aku selalu saling menitipkan rindu pada semesta. Karena terkadang hanya dengan demikian rindu kita entah mengapa terasa melipat jarak.

Aku harus mengakui, Aku mengingkari
kata-kataku sendiri. Dulu aku pernah
berkata bahwa pembunuh cinta paling
kejam adalah jarak. Namun apa dayaku
ketika kau menjadikan jarakku denganmu
sebagai penumbuh cinta paling indah?

Tak dapat kupungkiri, kekasih mana yang tak merindukan sorot mata pasangannya saat tak saling menatap? Kekasih mana yang tak merindukan senyum hangat pemilik hatinya ketika wajah tak lagi dapat terlihat? Ini lagi yang tak dapat aku dustakan dengan diriku sendiri. Namun rindu kembali membuktikan kekuatannya.

Ternyata tanpa sorot mata yang saling
menatap dan senyum yang saling
menghangatkan satu sama lain, rindu
berkuasa menyuburkan rasa. Kau dan Aku larut dalam dekap hangat rindu berusaha tak memenjarakan diri diantara ragu dan pikiran-pikiran tak menentu.
Kita akan selalu saling menggenggam bukan? Meski tak pernah secara fisik, namun siapa yang bisa melepaskan eratnya hati yang saling menggenggam?

Ada hati yang lebih paham tentang rasa yang menolak pergi, ada hati yang lebih erat membekap diri dari rindu yang tak ingin lenyap.

Ini ketika Kau dan Aku bicara rindu.

Tapi alhamdulillah yah, kini Aku dan Kamu sudah resmi menjadi sepasang suami-istri, dan kita mampu membuktikan kalau jarak bukan halangan untuk cinta kita berdua. :*   :*

[Masih] Tentang Dia

Ini pertemuan kita yang kesekian
kali, entah apa kau menyadarinya,
tapi aku tahu aku begitu menikmati wajah teduhmu di setiap detik temu kita
Temu yang tak jarang hanya bertahan sekian menit, lalu berakhir begitu saja tanpa ada kata "lebih mengenal"

Kini kau duduk menghadapku, membuatku leluasa menelusuri wajah teduhmu
Wajah yang memberi kesan lembut
Sorot mata hangat yang terpancar, dagu yang indah
Tak lupa ujung bibirmu yang tertarik mengukir senyum simpul, kian menambah debar tanpa ritme di degup ini

Tubuh tegapmu kali ini tak berbalut kemeja abu abu, meski sepatu cokelat itu tampak masih setia menemani langkahmu
Kemeja berbahan kaus berwarna biru gelap berengan panjang sukses membentuk garis tubuhmu

Ah, positif! Aku jatuh cinta...
Aku jatuh cinta pada jiwa yang
hanya bisa kunikmati raga dan
sorot matanya dari kejauhan,
tanpa sempat waktu dan takdir
menghadirkannya sebuah rasa.

               Tasikmalaya, November 2012

Monday, May 5, 2014

Untuk Sebuah Nama

Untukmu, pemilik sebutan Mrs. X

Mungkin huruf telah lelah kusandingkan
atas namamu. Lebih tepatnya atas jiwa
rahasiamu, karena waktu masih menolak
menghadirkanmu sebuah nama. Apa
kabarmu? Terakhir kulihat, kau berbaju batik dan masih dengan celana jeansmu,
Berjalan bersisian dengan teman cowokmu, menyusuri jalan setapak di halaman kampusmu.

Itu pertemuan kita untuk yang kesekian kali setelah pada pertemuan terakhir, aku berhasil mencuri foto wajahmu. Jika kau bertanya
"Apakah foto itu ku simpan?"

Tidak, foto itu tidak kusimpan, karena aku tahu, tidak ada yang paling mampu menyimpan ingatan selain ingatan itu sendiri. Termasuk ingatan tentang wajah teduh dan sorot mata sendumu.

Biarlah yang paling mampu, yang menyimpan hasil indah guratan tangan Tuhan itu.
Tak ada yang berubah dari terakhir kali jemari ini berdansa di atas tuts keyboard
komputerku, karena yang kutulis masih saja tentang dirimu.
Orang tuaku sempat bertanya mengapa aku menanam rasa suka padamu, padahal lihatlah! Hatimu saja aku tak tahu.
Namun kita terkadang tak perlu menjelaskan mengapa kita ingin
makan bukan? Ya sama halnya dengan ini.
Karena menyukaimu memang tak butuh
alasan, saat wajah teduh dan sorot mata
sendumu sudah begitu banyak berbicara.

Umurku menginjak 22 tahun tepat hari ini. Jika ada yang bertanya apakah yang
paling kuinginkan saat ini, mungkin aku
berkata
Aku ingin bertemu denganmu, duduk berdua menikmati hujan yang turun
di langit kita menjelang sore ini, berbincang hingga akhirnya kuketahui isi hati di dalam jiwa pemilik wajah dan sorot mata yang meninggalkan bekas begitu dalam di hati.

Tapi ingin, hanya sekedar ingin.
Aku hanya bisa mewujudkan itu di alam
pikirku sendiri. Terdengar menyedihkan
ya?

Mungkin memang rasa tentangmu akan
selamanya menjadi rahasia antara aku dan rintik hujan, yang juga dulu
mengantarkanku padamu. Jujur, aku tak
ingin terbiasa dengan rasa ini, rasa dimana aku selamanya harus menyembunyikan apa yang kurasakan pada seseorang.
Namun, entah mengapa takdir kerap membawaku ke titik ini, tentu saja tanpa aku bisa menolak.

Menanti pelabuhan itu tak mudah memang.
Bukan begitu? Saat ini, aku seperti
tengah berlayar di lautan antah berantah
lalu diujung teropong kulihat dirimu
sebagai sebuah dermaga. Garis pantaimu
indah, membuatku ingin berlabuh disana.
Tapi pikiran apakah aku akan diterima
disana atau tidak menghalangiku.
Sedikit banyak masa lalu berperan banyak sebagai sebab munculnya pikiran ini. Lalu muncul pikiran lain, apakah kau memang pelabuhan yang aku cari?

Dermaga tempat aku selamanya menancapkan sauhku, dan berlabuh dalam peluk indah garis pantaimu? Entahlah. Namun, aku percaya, suatu saat takdir akan menunjukkan. Memberi arah dimana dermaga yang sebenarnya aku cari berada.

Meski saat ini, arah itu masih samar,
entah menujumu atau tidak, namun jika
memang tidak, setidaknya aku tahu, dalam perjalananku, aku telah menemui sebuah dermaga indah, yang pernah membuatku salah tingkah, membuat pipiku merekah merah, dan mengacaukan desir aliran
darah.

Dermaga indah itu, Kau.
Untukmu yang masih begitu rahasia, Aku menuliskan ini dengan cinta.

               Tasikmalaya, Maret 2012

Cinta dan Waktu (Dongeng Motivasi)

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah
berbagai macam benda-benda abstrak ada
Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan dan sebagainya.

Mereka hidup berdampingan dengan baik.
Namun suatu ketika, datang badai
menghempas pulau kecil itu dan air laut
tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan
pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-
cepat berusaha menyelamatkan diri.

Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan.
Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu.

"Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!"
teriak Cinta.
"Aduh! Maaf, Cinta!" kata Kekayaan, "perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagipula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini." Lalu Kakayaan
cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.

Cinta sedih sekali, namun kemudian
dilihatnya Kegembiraan lewat dengan
perahunya.
"Kegembiraan! Tolong aku!". teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu
gembira karena ia menemukan perahu
sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan.

"Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!", teriak Cinta.
"Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini." sahut Kecantikan. Cinta sedih sekali
mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak.
Saat itu lewatlah Kesedihan. "Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu," kata Cinta.
"Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja..." kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin
naik dan akan menenggelamkannya.
Pada saat kritis itulah tiba-tiba
terdengar suara, "Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!" Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air
menenggelamkannya.
Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi.
Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa
ia sama sekali tidak mengetahui siapa
orang tua yang menyelamatkannya itu.
Cinta segera menanyakannya kepada
seorang penduduk tua di pulau itu, siapa
sebenarnya orang tua itu.

"Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu." kata orang itu.
"Tapi, mengapa ia menyelamatkanku?
Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-
teman yang mengenalku pun enggan
menolongku" tanya Cinta heran.

"Sebab." kata orang itu, "Hanya Waktu lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu ..."

Saturday, May 3, 2014

Gadis Perindu

“Kenapa kau tak datang
sore ini?” kau mendesah di balik
kaca jendela kamarmu.

Air mukamu pias. Pandanganmu sayu
menatap langit sore yang begitu
riang menyapamu. Kontras dengan matamu yang menyimpan kelabu.
Bukannya aku tak tahu jika kau sangat merindukanku. Aku tahu itu, bahkan sangat tahu.

Bayangkan saja, kau berkali-kali
meminta kepada Tuhan agar aku
datang padamu. Tapi kau tahu,
semua itu butuh proses dan harus
melewati perjalanan yang
panjang. Aku tak bisa begitu saja
muncul di hadapanmu, seperti
saat kau menelpon Egas, mantan
kekasihmu itu, untuk datang
menjemputmu ketika kau selesai
mengikuti les piano.

Dulu, kau begitu acuh
padaku. Kau biarkan aku
mengintip kemesraanmu dengan
Egas dari balik jendela restoran
kala itu. Aku cemburu! Dan kini,
setelah Egas meninggalkanmu,
kau baru sadar dengan
kehadiranku yang katamu
membawa selaksa kenangan
untukmu. Meski begitu,
percayalah! aku takkan bisa
membencimu.

“Datanglah, kumohon! Jika sore ini tak bisa, aku mohon datanglah malam ini,” pintamu lagi.

Aku tak yakin bisa datang
menemuimu. Bersabarlah! Ini
masih bulan Maret, kan? Entahlah,
mungkin setengah tahun lagi aku
baru bisa menyapamu. Itu pun
jika Tuhan berkehendak.

Langit mulai menghitam. Suhu bumi turun dan menyisakan angin dingin. Tak kusangka, Tuhan mengabulkan doamu. Ya, jika Dia sudah berkehendak,
semuanya tak ada yang mustahil,
termasuk menemuimu di musim
seperti ini.
Dia lantas memerintahku untuk segera
memulai perjalanan untuk menemuimu. Diangkatnya sekumpulan air laut hingga
membentuk awan cumulus nimbus. Tak berapa lama, aroma petrichor menguar diiringi dengan gelegar petir untuk memberi tanda padamu bahwa sebentar
lagi aku akan hadir.

“Hujan!!” Kau memekik girang lalu berlari keluar rumah.
Kau bentangkan tanganmu lebar-
lebar untuk memelukku.

“Terimakasih Tuhan kau telah
datangkan hujan malam ini, karena hanya lewat hujanlah aku bisa mengenang Egas yang kini
sudah ada di pelukanmu,” ucapmu
dengan senyum mengembang.
Senyum yang sudah entah berapa
lama hilang dari wajahmu.

Ah, akhir perjalananku yang indah. Semoga kau tak bosan untuk kembali menungguku.