Untukmu, pemilik sebutan Mrs. X
Mungkin huruf telah lelah kusandingkan
atas namamu. Lebih tepatnya atas jiwa
rahasiamu, karena waktu masih menolak
menghadirkanmu sebuah nama. Apa
kabarmu? Terakhir kulihat, kau berbaju batik dan masih dengan celana jeansmu,
Berjalan bersisian dengan teman cowokmu, menyusuri jalan setapak di halaman kampusmu.
Itu pertemuan kita untuk yang kesekian kali setelah pada pertemuan terakhir, aku berhasil mencuri foto wajahmu. Jika kau bertanya
"Apakah foto itu ku simpan?"
Tidak, foto itu tidak kusimpan, karena aku tahu, tidak ada yang paling mampu menyimpan ingatan selain ingatan itu sendiri. Termasuk ingatan tentang wajah teduh dan sorot mata sendumu.
Biarlah yang paling mampu, yang menyimpan hasil indah guratan tangan Tuhan itu.
Tak ada yang berubah dari terakhir kali jemari ini berdansa di atas tuts keyboard
komputerku, karena yang kutulis masih saja tentang dirimu.
Orang tuaku sempat bertanya mengapa aku menanam rasa suka padamu, padahal lihatlah! Hatimu saja aku tak tahu.
Namun kita terkadang tak perlu menjelaskan mengapa kita ingin
makan bukan? Ya sama halnya dengan ini.
Karena menyukaimu memang tak butuh
alasan, saat wajah teduh dan sorot mata
sendumu sudah begitu banyak berbicara.
Umurku menginjak 22 tahun tepat hari ini. Jika ada yang bertanya apakah yang
paling kuinginkan saat ini, mungkin aku
berkata
Aku ingin bertemu denganmu, duduk berdua menikmati hujan yang turun
di langit kita menjelang sore ini, berbincang hingga akhirnya kuketahui isi hati di dalam jiwa pemilik wajah dan sorot mata yang meninggalkan bekas begitu dalam di hati.
Tapi ingin, hanya sekedar ingin.
Aku hanya bisa mewujudkan itu di alam
pikirku sendiri. Terdengar menyedihkan
ya?
Mungkin memang rasa tentangmu akan
selamanya menjadi rahasia antara aku dan rintik hujan, yang juga dulu
mengantarkanku padamu. Jujur, aku tak
ingin terbiasa dengan rasa ini, rasa dimana aku selamanya harus menyembunyikan apa yang kurasakan pada seseorang.
Namun, entah mengapa takdir kerap membawaku ke titik ini, tentu saja tanpa aku bisa menolak.
Menanti pelabuhan itu tak mudah memang.
Bukan begitu? Saat ini, aku seperti
tengah berlayar di lautan antah berantah
lalu diujung teropong kulihat dirimu
sebagai sebuah dermaga. Garis pantaimu
indah, membuatku ingin berlabuh disana.
Tapi pikiran apakah aku akan diterima
disana atau tidak menghalangiku.
Sedikit banyak masa lalu berperan banyak sebagai sebab munculnya pikiran ini. Lalu muncul pikiran lain, apakah kau memang pelabuhan yang aku cari?
Dermaga tempat aku selamanya menancapkan sauhku, dan berlabuh dalam peluk indah garis pantaimu? Entahlah. Namun, aku percaya, suatu saat takdir akan menunjukkan. Memberi arah dimana dermaga yang sebenarnya aku cari berada.
Meski saat ini, arah itu masih samar,
entah menujumu atau tidak, namun jika
memang tidak, setidaknya aku tahu, dalam perjalananku, aku telah menemui sebuah dermaga indah, yang pernah membuatku salah tingkah, membuat pipiku merekah merah, dan mengacaukan desir aliran
darah.
Dermaga indah itu, Kau.
Untukmu yang masih begitu rahasia, Aku menuliskan ini dengan cinta.
Tasikmalaya, Maret 2012
No comments:
Post a Comment