Pages - Menu

Tuesday, December 31, 2013

Aku, Ayah, dan Anakku Nanti



#MyDreamMyLife. #DIVAmate

*Bahagia...??? Itu sudah pasti. Bagaimana tidak, kalau angan-anganku selama ini bisa terwujud.

Akhirnya corat-coretku bisa terwujud dalam sebuah buku. Ya... meskipun hanya dalam bentuk kumpulan cerpen. Bukan sebuah novel yang selama ini aku impikan. Tapi tetep alhamdulillah...
Corat-coretku yang berjudul "Aku, Ayah, dan Anakku Nanti" ini di kemas dalam sebuah buku kumpulan cerpen, "Curhatku untuk Semesta"
Banyak sekali cerpen-cerpen hasil karya penulis muda dalam buku terbitan DIVA Press, Yogyakarta.

Cekidot....!!!


Setiap kita pasti punya cerita hidup. Ada yang sangat pribadi, hingga begitu rahasia. Ada pula yang sangat pribadi, tetapi sejatinya dialami banyak sekali oleh orang lain di luar sana, tentu dengan lakon yang berbeda.
Saya lalu berpikir, bukankah setiap cerita hidup itu jika bisa dibaca oleh orang lain bisa menjadi sebuah inspirasi ya?
Jika proses menginspirasi ini bisa di lakukan oleh setiap orang, otomatis setiap orang bisa menjadi "guru hidup" bagi orang lainnya.
Ya!!! Ia akan menjadi orang yang bermanfaat, dalam skalanya masing-masing. Dan tentu saja ini peran hidup yang sangaaaat luaaarrr biasa.
#MyDreamMyLife adalah sebuah impian, sebuah kehidupan, persembahan kita untuk sejarah kehidupan.


Aku, Ayah, dan Anakku Nanti
Kumandang adzan subuh membuatku terpaksa membuka mataku yang terasa berat, dengan langkah gontai aku berjalan menuju kamar mandi, membasuh muka dan mengambil air wudlu. Dan inilah salah satu jurus paling ampuh untuk mengusir setan malas yang berada di kelopak mataku.
Setelah menunaikan shalat yang merupakan kewajiban sebagai umat muslim, kupersiapkan peralatan sekolah yang akan aku gunakan hari ini.
Ah... mendadak rasa malas itu hadir kembali, bukabmn malas menjalani aktifitasku sebagai seorang pelajar, namun malas karena harus menyaksikan orang-orang yang kujumpai begitu dekatnya dengan orang tua mereka. Terutama sosok Ayah.
Semenjak aku dilahirkan dan kedua mataku ini di ijinkan untuk menatap semesta. Aku belum pernah melihat sosok lelaki yang kerap disebut ayah itu.
Apakah aku iri? Ya... jelas-jelas aku sangat iri melihat kedekatan mereka. Maafkan aku ya Allah.
Kulirik jam yang menggantung di dinding kamarku, jarum jam tepat menunjukan pukul enam pagi, dan aku bergegas melangkahkan kakiku ke sekolah. Hari Sabtu ini adalah acara pembagian raport, pasti semua teman-temanku datang bersama orang tua mereka. Lalu tersenyum bangga menunjukan hasil belajar mereka.
"Iwan..." suara lantang wali kelas membuyarkan lamunanku.
"Eh, iya Bu."
Dengan langkah pasti aku berjalan menghampiri meja guru, semua pasang mata yang ada di ruangan ini menatap aneh kepadaku. Seolah aku ini makhluk asing dari luar angkasa. Aku benci tatapan mereka. Hanya karena aku berjalan seorang diri tanpa ada orang tua yang mendampingiku, seperti teman-temanku kebanyakan.
Ibuku tidak bisa hadir dalam acara ini karena harus berdagang. Mencari kepingan-kepingan rupiah agar aku tetap bisa sekolah.
Sungguh sangat memprihatinkan, tapi aku selalu bersyukur dengan keadaan yang aku jalani saat ini. Setidaknya aku lebih beruntung dari anak-anak lain yang tidak bisa sekolah.
Hingga saat ini aku tidak mengetahui keberadaan ayahku, dan aku pun tidak pernah ingin mengetahuinya lagi semenjak kejadian di rumah sakit beberapa bulan yang lalu.
Saat itu aku terbaring kritis karena penyakitku. Dan aku membutuhkan donor darah AB. Samar-samar aku mendengar percakapan ibuku dengan keluarga yang lain, kalau ayahku tidak bersedia mendonorkan darahnya.
"Ya Allah, terbuat dari apa hati ayahku???"
6 Oktober 2013
Ditemani suara binatang malam, aku duduk terpaku di bangku taman belakang rumah, sesekali tanganku menari di atas keyboard laptop yang berada di pangkuanku. Menuliskan kisah pahitku.
Malam ini, tepat seminggu sebelum aku melangsungkan pernikahan dengan wanita pilihan hatiku. Dalam hati aku berjanji jangan sampai kisah pahit yang ku alami, yang sedang aku tulis ini. Terulang pada anak-anakku nanti. Aamiin.... "Cukup aku seorang yang mengalami kisah ini."
 
(Curhatku Untuk Semesta, halaman 213-216. Karya @iwantotti_10)

No comments:

Post a Comment