Cinta, seperangkat rasa yang membalut berbagai ekspresi hati yang
tengah merajalela, mengalahkan bentuk lain dari kasih sayang. membentuk
lekuk senyuman yang terkadang menyulitkan kegilaan tidak masuk akal,
kebutaannya dapat mengikis habis benteng harga diri yang dijunjung
tinggi, menyapu bersih debu kehidupan insan yang kesepian.
Hadirnya memancarkan satu sinar terang di tengah badai, mengubah 7 lapisan warna pelangi menjadi satu warna “merah muda”. ya, hanya merah muda warna yang berserakan di cawan hatiku. Cinta itu bersemi untuk pertama kalinya, mendarat tepat di hutan pedalaman yang belum tersentuh satu injakan kaki pun, rimbun, banyak semak belukar tak terurus. dan kini, sosok petualang itu datang, menjelajahi pelosok hutan sanubari dengan membawa cinta di genggamannya, cinta yang membabi buta ilalang liar yang lama bersemayam di kalbu, tapi kini berhasil ia tumpas habis membuatnya terlihat lebih terang tanpa kesan menyeramkan.
Dia menjadi milikku, mungkin itu hanya rengekan anjing liar yang tak
pernah didengar, bahkan terlalu mengganggu. kehadiranku mungkin hanya
sebatas parasit dengan besar harapan dia yang menjadi inangnya. inang
yang siap ku curi separuh hidupnya untuk hidupku, inang yang bersedia
menghabiskan seluruh waktunya untuk terus berada di dekatku. mungkin ini
pemikiran dangkal, tapi jika keajaiban waktu itu datang, sudah pasti
ruang kosong yang kubiarkan selama ini akan terjejal padat oleh
kehadirannya.
Namanya Lia, Wanita sederhana yang mempunyai seringai senyum
mematikan, dengan kelihaiannya dia merangkai kata di atas kertas putih
dengan goresan tinta yang tertuang dan mulai merasuk membentuk satu
gambaran kebahagiaan.
Cinta, ya, ini cinta pertama yang ku dalami kenyataannya, cinta pertama
yang melibatkan semua unsur yang ku punyai, cinta pertama yang membuatku
kehilangan akal sehatku, dan cinta pertama yang berani mengajakku
terbang melayang menikmati imajinasi tentang dirinya.
Virus merah muda ini berhasil memalingkan hak pandangku dan
menyeretnya untuk tertuju pada lekuk manis wajahnya saja, mendarah
daging menjadi karya seni tiga dimensi yang terpajang rapi di dalam
memory.
Sayang, yang ku punya hanya sayap seekor ayam, kalaupun
berancang-ancang jauh, tetap kapasitas terbangku nihil, aku tetap jatuh
kembali ke permukaan. Khayalanku terlalu tinggi, sampai untuk
membayangkannya saja aku tidak mampu. Bidikan jitu yang tepat, sekarang
hatiku benar benar melelehkan darah kebencian, terus mengalir tidak akan
berhenti sampai dia sendiri yang membalutnya.
TEGA, mungkin kata itu
yang menjadi perwakilan rasa sakitku, setelah dia memutuskan mengajakku
berlayar menjelajahi lautan, di tengah jalan dia terjun dan berenang
meninggalkanku, badai datang dan aku sendiri di atas perahu yang
terombang-ambing hantaman ombak yang teramat dahsyat. Bahkan, bukan
hanya air yang menghujaniku tapi petir pun menyambar telingaku. Aku
terbuai dalam selimut ketakutan, takut untuk mencoba menepi dengan
melakukan hal yang sama, aku tidak bisa berenang dan mungkin ada ikan
buas yang menerkamku.
Cinta ini terus ku percaya, kekuatannya meneguhkan kakiku untuk tetap
berdiri, harapan akan dia kembali begitu besar kurasakan. Walau pegal
kesemutan, panas hujan menghantam, tapi tidak secuilpun merubah rasa
yang terlanjur bermekaran.
Tidak peduli skandal itu telah mencakar dan mengoyak hatiku, tidak peduli dia hanya menganggapku hama yang menghambat dan mengganggu keindahannya. Meski begitu, aku tidak peduli. Inilah aku, seorang Pria yang mempunyai perasaan luar biasa padanya, seorang Pria yang berharap dia menyadari dan menyesali penghianatannya. Penghianatan yang benar-benar mengubah warna merah muda cinta dengan hitam pekat kebencian.
Tidak peduli skandal itu telah mencakar dan mengoyak hatiku, tidak peduli dia hanya menganggapku hama yang menghambat dan mengganggu keindahannya. Meski begitu, aku tidak peduli. Inilah aku, seorang Pria yang mempunyai perasaan luar biasa padanya, seorang Pria yang berharap dia menyadari dan menyesali penghianatannya. Penghianatan yang benar-benar mengubah warna merah muda cinta dengan hitam pekat kebencian.
*****
4 tahun aku bertahan dengan tongkat penopang sebagai tumpuan untuk
berusaha bangkit dari tendangan yang memaksaku terperosok jatuh ke dalam
jurang dendam yang dalam dan kekal.
Sadarkah kau, rasa cinta itu masih ku simpan rapi sebagai kenangan akan sosokmu yang mengerikan, sosok pria dengan racun kedustaan yang siap menumpas segala bentuk kebenaran dan menjadikannya rapuh tidak berpengaruh.
Aku belum menyerah, karena itu aku akan selalu mencintaimu, membuka lebar pintu kesempatan kedua dengan penyambutan hangat untuk memberimu kesempatan merasakan betapa indahnya rasa cinta yang ku miliki untukmu.
Sadarkah kau, rasa cinta itu masih ku simpan rapi sebagai kenangan akan sosokmu yang mengerikan, sosok pria dengan racun kedustaan yang siap menumpas segala bentuk kebenaran dan menjadikannya rapuh tidak berpengaruh.
Aku belum menyerah, karena itu aku akan selalu mencintaimu, membuka lebar pintu kesempatan kedua dengan penyambutan hangat untuk memberimu kesempatan merasakan betapa indahnya rasa cinta yang ku miliki untukmu.
Tanjung Pinang, 04 Oktober 2015
No comments:
Post a Comment