Pages - Menu

Monday, October 5, 2015

Rasa Takut dan Khawatir



Sumber: facebook


Sudah beberapa hari istri saya merajuk dan bahkan setengah memaksa.Terus-menerus. Tak pernah berhenti. Sepanjang waktu. Siang-malam, pagi-sore. Ia tak mengenal lelah untuk merajuk dan memaksa. Rajukan dan paksaannya juga tak main-main. Sangat berat. Maha berat malah. Ia meminta saya untuk melakukan poligami! Menikah lagi! Dengan perempuan lain!

Saya tidak tahu apa alasan pasti sehingga istri saya meminta saya berpoligami. Bagi saya, istri saya adalah wanita yang mendekati sempurna. Ia adalah perpaduan antara Khadijah dan Aisyah, istri-istri Nabi agung Muhammad. Di waktu-waktu tertentu, ia begitu mandiri, tabah, dan keibuan layaknya Khadijah. Di saat lain, istri saya mampu bertindak cerdas dan suka bermanja seperti halnya Aisyah. Jadi, buat apa saya berpoligami?

”Poligami bukan buat Mas, ”tegas istri saya. ”Tapi, poligami ini buat saya. Saya ingin masuk surga seperti wanita-wanita lain yang rela dan ikhlas dimadu. Apakah Mas tidak senang jika istrinya masuk surga?”
Saya kaget dengan ketegasan istri saya. Tapi, saya bukannya senang dengan sikap yang tegas itu. Saya justru takut, ketegasan itu akan membuat istri saya menyesal di kelak kemudian hari. Apalagi saya memang benar-benar tak ingin berpoligami!

”Dik, poligami itu bukan sesuatu yang mudah. Seorang pria yang berniat poligami harus memiliki sikap dan watak yang adil. Apakah aku akan mampu bersikap adil? Rasanya tidak! Coba kamu pikir dan rasakan, terhadap diri kamu dan anak-anak kita saja saya kerap gagal, apalagi terhadap orang lain nantinya.”
Saya mulai memberi nasihat kepadanya. Tentu dengan suara yang lembut. Sebab saya yakin ia pasti mau mendengarnya jika saya berbicara lembut.
”Selain adil, aku juga mesti punya pendapatan yang berlebih. Taruhlah, aku cukup kaya untuk membiayai kehidupan dua keluarga. Sebab bagaimana mungkin aku bisa berpoligami sementara pendapatanku cekak? Nah, ini yang aku tidak bisa berikan. Untuk membiayai kehidupan kamu dan anak-anak kita saja aku begitu kerepotan, bagaimana aku bisa membiayai kehidupan orang lain.”

Istri saya manggut-manggut. Saya senang ia mulai terpengaruh pikiran saya. Tapi, saya dibuat terperangah karena suara istri saya lain dengan sikapnya itu.
”Sejak kapan Mas berubah sikap menjadi seorang penakut? Apakah Islam telah mengajarkan Mas menjadi seorang penakut? Saya tidak pernah membayangkan Mas begitu ketakutan terhadap poligami. Padahal, kenapa kita takut berpoligami? Apa sebenarnya yang membuat kita ngeri saat hendak melakukan poligami? Takut tidak dapat berbuat adil? Takut tak bisa menafkahi?”

”Dik, aku bukan takut. Tapi, aku rasional…”

”Benar! Mas, rasional. Tapi, rasional yang didasari oleh ketakutan. Kalau Mas bicara dan bertindak atas nama sesuatu, tetapi sudah didasari ketakutan dan kekhawatiran, selamanya Mas tak akan pernah bisa jujur terhadap diri sendiri.”

Saya tak mampu melawan kata-kata istri saya. Hari ini, saya berdebat dengan istri saya mengenai poligami. Tapi, posisi kami malah bertolak belakang. Saya bukan hendak minta izin berpoligami, melainkan saya justru dipaksa istri saya untuk berpoligami.

”Dik, kata Pak Quraish Shihab, poligami itu dapat diibaratkan pintu darurat di pesawat terbang….”

”Pintu darurat yang seperti apa? Apa jenis pesawat terbangnya?” potong istri saya cepat. ”Setahu aku, Al Qur’an tidak pernah mengibaratkan poligami seperti pintu darurat pesawat terbang. Al Qur’an hanya bilang, kalau mampu bersikap adil, nikahlah dengan dua, tiga, atau empat. Kalau tak mampu cukup satu saja.”

”Itulah yang aku takutkan…”

”Nah, benarkan. Mas bicara poligami karena rasa takut dan khawatir. Akhirnya, Mas mengaku juga….”

Saya telah masuk ke dalam perangkap pikiran cerdas istri saya. Saya kini terdiam. Benar-benar terdiam. Seribu bahasa. Saya hanya menundukkan kepala pertanda menyerah.

”Mas, ”panggil istri saya dengan senyum dan mata yang menawan. ”Saya ingin Mas secepatnya berpoligami. Saya ikhlas. Benar-benar ikhlas. Bahkan kalau Mas tak bisa mencari wanita lain, saya bersedia mencarikannya.”

Saya menengadahkan kepala saya ke wajahnya. Istri saya tersenyum. Senyumnya begitu lembut. Saya membalasnya dengan pelukan hangat. Diam-diam hati saya berbunga-bunga. Gembira. Membayangkan ada wanita lain yang -tentu saja- lebih muda, lebih cantik, lebih semlohai, lebih segalanya dibanding istri saya sekarang ini. Kegembiraan saya tak tertahankan….

”Mas! Bangun! Bangun, Mas! Mimpi apa sih? Kok senyum-senyum. Ketawa sendiri lagi.


Tanjung Pinang, 05 Oktober 2015


Sunday, October 4, 2015

I Will Always Love You




Cinta, seperangkat rasa yang membalut berbagai ekspresi hati yang tengah merajalela, mengalahkan bentuk lain dari kasih sayang. membentuk lekuk senyuman yang terkadang menyulitkan kegilaan tidak masuk akal, kebutaannya dapat mengikis habis benteng harga diri yang dijunjung tinggi, menyapu bersih debu kehidupan insan yang kesepian.

Hadirnya memancarkan satu sinar terang di tengah badai, mengubah 7 lapisan warna pelangi menjadi satu warna “merah muda”. ya, hanya merah muda warna yang berserakan di cawan hatiku. Cinta itu bersemi untuk pertama kalinya, mendarat tepat di hutan pedalaman yang belum tersentuh satu injakan kaki pun, rimbun, banyak semak belukar tak terurus. dan kini, sosok petualang itu datang, menjelajahi pelosok hutan sanubari dengan membawa cinta di genggamannya, cinta yang membabi buta ilalang liar yang lama bersemayam di kalbu, tapi kini berhasil ia tumpas habis membuatnya terlihat lebih terang tanpa kesan menyeramkan.

Dia menjadi milikku, mungkin itu hanya rengekan anjing liar yang tak pernah didengar, bahkan terlalu mengganggu. kehadiranku mungkin hanya sebatas parasit dengan besar harapan dia yang menjadi inangnya. inang yang siap ku curi separuh hidupnya untuk hidupku, inang yang bersedia menghabiskan seluruh waktunya untuk terus berada di dekatku. mungkin ini pemikiran dangkal, tapi jika keajaiban waktu itu datang, sudah pasti ruang kosong yang kubiarkan selama ini akan terjejal padat oleh kehadirannya.

Namanya Lia, Wanita sederhana yang mempunyai seringai senyum mematikan, dengan kelihaiannya dia merangkai kata di atas kertas putih dengan goresan tinta yang tertuang dan mulai merasuk membentuk satu gambaran kebahagiaan.
Cinta, ya, ini cinta pertama yang ku dalami kenyataannya, cinta pertama yang melibatkan semua unsur yang ku punyai, cinta pertama yang membuatku kehilangan akal sehatku, dan cinta pertama yang berani mengajakku terbang melayang menikmati imajinasi tentang dirinya.

Virus merah muda ini berhasil memalingkan hak pandangku dan menyeretnya untuk tertuju pada lekuk manis wajahnya saja, mendarah daging menjadi karya seni tiga dimensi yang terpajang rapi di dalam memory.
Sayang, yang ku punya hanya sayap seekor ayam, kalaupun berancang-ancang jauh, tetap kapasitas terbangku nihil, aku tetap jatuh kembali ke permukaan. Khayalanku terlalu tinggi, sampai untuk membayangkannya saja aku tidak mampu. Bidikan jitu yang tepat, sekarang hatiku benar benar melelehkan darah kebencian, terus mengalir tidak akan berhenti sampai dia sendiri yang membalutnya.

TEGA, mungkin kata itu yang menjadi perwakilan rasa sakitku, setelah dia memutuskan mengajakku berlayar menjelajahi lautan, di tengah jalan dia terjun dan berenang meninggalkanku, badai datang dan aku sendiri di atas perahu yang terombang-ambing hantaman ombak yang teramat dahsyat. Bahkan, bukan hanya air yang menghujaniku tapi petir pun menyambar telingaku. Aku terbuai dalam selimut ketakutan, takut untuk mencoba menepi dengan melakukan hal yang sama, aku tidak bisa berenang dan mungkin ada ikan buas yang menerkamku.

Cinta ini terus ku percaya, kekuatannya meneguhkan kakiku untuk tetap berdiri, harapan akan dia kembali begitu besar kurasakan. Walau pegal kesemutan, panas hujan menghantam, tapi tidak secuilpun merubah rasa yang terlanjur bermekaran.
Tidak peduli skandal itu telah mencakar dan mengoyak hatiku, tidak peduli dia hanya menganggapku hama yang menghambat dan mengganggu keindahannya. Meski begitu, aku tidak peduli. Inilah aku, seorang Pria yang mempunyai perasaan luar biasa padanya, seorang Pria yang berharap dia menyadari dan menyesali penghianatannya. Penghianatan yang benar-benar mengubah warna merah muda cinta dengan hitam pekat kebencian.

*****



4 tahun aku bertahan dengan tongkat penopang sebagai tumpuan untuk berusaha bangkit dari tendangan yang memaksaku terperosok jatuh ke dalam jurang dendam yang dalam dan kekal.
Sadarkah kau, rasa cinta itu masih ku simpan rapi sebagai kenangan akan sosokmu yang mengerikan, sosok pria dengan racun kedustaan yang siap menumpas segala bentuk kebenaran dan menjadikannya rapuh tidak berpengaruh.
Aku belum menyerah, karena itu aku akan selalu mencintaimu, membuka lebar pintu kesempatan kedua dengan penyambutan hangat untuk memberimu kesempatan merasakan betapa indahnya rasa cinta yang ku miliki untukmu.


Tanjung Pinang, 04 Oktober 2015



Asal Mula Nama "TEH OBENG"

   


 Bagi Anda yang baru pertama ke Batam, atau mendapat cerita dari teman Anda yang pernah ke Batam. Mungkin Anda pernah mendengar nama Teh Obeng. Yang disebut minuman khas Batam. Walau sebenarnya tidak ada yang istimewa dari nama tersebut kecuali cerita di baliknya, berkaitan dengan nama tersebut.

    Nama Teh Obeng tidak ada kaitannya dengan alat kerja yang biasa disebut obeng dalam bahasa Indonesia, atau screw driver dalam bahasa Inggris. Jadi jangan pernah berfikir bahwa teh obeng adalah teh yang diseduh dan diaduk menggunakan obeng. Karena bila itu terjadi, sudah barang tentu tidak ada orang yang mau meminumnya, termasuk Anda tentunya.

   Setelah nanya sana sini, akhirnya ketemu juga jawaban yang memuaskan, konon kata teh obeng datang dari negara tetangga, Singapura. Mengingat pada awal perkembangan Batam, keterkaitan antara Batam dan Singapura sangat kentara. Bahkan sampai sekarang, sehingga transaksi dalam dunia bisnis di Batam lebih banyak dalam bentuk mata uang negara tetangga tersebut, yakni Dolar Singapura (SGD).

   Di Singapura, ketika orang meminum teh, umumnya dicampur susu, sehingga ketika orang pesan teh hangat, secara default, sudah termasuk susu. Begitu juga dengan minuman kopi. Adapun untuk kedua jenis minuman tersebut yang tidak menggunakan susu ditambahkan O setelah nama minuman tersebut. Sehingga untuk pesan teh tanpa susu pembeli akan memesan dengan nama Tea O (Teh O, dalam bahasa melayu) untuk teh hangat, dan Coffee O (Kopi O, dalam bahasa melayu) untuk memesan kopi hangat tanpa susu.

   Kemudian kenapa di Batam menjadi Teh Obeng. Dari mana kata “Beng”-nya? tambahan beng dari kata “bing” dalam bahasa Mandari atau bila diucapkan seperti kata “ping” dalam bahasa Indonesia, yang berarti es. Sehingga ketika seseorang di Singapura memesan es teh manis, mereka memesan Tea O Bing (Ti O Ping.Red) atau bisa juga dengan Teh O Ping.

    Lalu bagaimana keterkaitannya dengan Batam? karena istilah tersebut kan digunakan di Singapura, kenapa kemudian di Batam? Konon pada awal permulaan pembangunan Batam, alur keluar masuk masyarakat Indonesia dari Singapura ke Batam, dan sebaliknya sangat mudah. Bahkan konon menurut cerita mereka yang telah puluhan tahun tinggal di Batam, tidak diperlukan paspor. Dan pemilik modal sekaligus pengarah kegiatan usaha di Batam sebagian besar dari Singapura, termasuk industri makanan tentunya. Sehingga istilah Teh O Ping tadi masuk ke Batam. Namun karena tidak biasanya lidah masyarakat Indonesia yang datang dari daerah lain, menyebabkan mereka sudah mengucapkan kata Teh O Ping, dan lama kelamaan yang terucap adalah Teh Obeng. Dan istilah tersebut terus dipakai sampai sekarang.

   Jadi Anda tidak perlu khawatir akan meminum teh yang diaduk menggunakan obeng yang dipakai montir bengkel di sekitar warung makan atau kedai kopi tempat Anda berteduh. Karena Teh Obeng tidak ada hubungannya sama sekali dengan obeng yang dipakai di bengkel. Dan teh obeng yang Anda minum pada hakekatnya sama dengan Es Teh Manis yang Anda temukan di Jakarta atau daerah lainnya. Yang membedakan hanya tempat menyajikan dan mungkin teh yang dipakai.

   Sebenarnya Teh Obeng sendiri memang mempunyai beberapa ciri khas. Sayang, ciri khas tersebut belakangan telah terlupakan, seiring dengan masuknya orang baru yang mencoba berbisnis di Makanan namun tetep menjual nama Teh Obeng.

   Aslinya Teh Obeng memakai Teh yang asli berasal dari Batam, konon katanya aroma teh yang satu ini memang mantappp sekali, begitu kentall begitu pekat. Dan kedua, ciri teh obeng ini, es nya adalah es yang bolong tengahnya, bukan es kotak.

   Sekarang ini sebagian besar, orang-orang memakai teh celup Sari Wangi atau Sosro yang gampang dan praktis. 


Tanjung Pinang, 04 Oktober 2015