Pages - Menu

Friday, December 6, 2013

Cinta Bukan Hanya Kata-Kata Romantis

Gerimis malam itu masih saja belum reda. Aku tetap saja menanti berhentinya kereta api di stasiun Balapan, Solo. Menunggu kepulangan Prasetyo yang selaluku nantikan suara lembutnya. Aku sangat rindu pada sosok itu dan rindu itu dirasa amat menyekam setelah hampir satu tahun ini.
Kami terpisah pada jarak.
Prasetyo berkuliah di Bandung sedangkan Aku sendiri meneruskan kuliahku di Solo.
Kereta api sudah berhenti dan
penumpang berhuyung-huyung turun. Mataku sibuk mencari Prasetyo diantara kerumunan orang berlalu-lalang. Namun sayang tak ku dapati Prasetyo di
sana. Janjinya untuk datang menemuiku dirasa hanya janji belaka.

Kesetiaan menunggunya di stasiun
selama dua jam berlalu begitu saja. Amat dingin diarasa udara malam itu, tapi hatiku yang lebih merasakan dingin. Mimpiku yang saat itu akan aku rasakan pelukan hangat Prasetyo serasa melayang jauh bersama sepinya stasiun.

Aku masih saja berdiri termangu. Mataku sudah basah akan air mata, menahan gejola hati yang kian membara.

“Hai…lama ya nunggu aku.” ucap
seseorang lembut.
Aku berbalik arah. Mataku melotot terkejut melihat Prasetyo telah berdiri di depanku seraya menunjukkan senyum manisnya. Aku hanya tersenyum haru dan semenit kemudian aku segera
merangkul Prasetyo, melepaskan
kerindukanky pada Prasetyo selama ini.

“Kamu membuatku hampir
menangis Pras.” ucapku di sela isakan tangisnya.
“Bukan hampir tapi emang sudah
kan?” canda Prasetyo.
Aku memukul kecil dada bidang Prasetyo. Merasa haru sekaligus
bahagia. Prasetyo hanya tertawa kecil dan mendekapku erat.
“kita pulang yuk...?” ajak Prasetyo.
Aku termangu sesaat. Kecupan lembut yang begituku rindukan tak ku dapati saat itu. Sikap Prasetyo yang selau kaku tetap ku dapati meski telah satu tahun kami terpisah pada jarak. Prasetyo bukanlah tipe cowok romantis. Prasetyo adalah cowok tegas dan bijaksana yang tak pernah memberinya belaian lembut kecuali dengan canda dan leluconnya. Namun begitu, aku selalu sayang dan cinta dia. Aku sendiri yakin bahwa Prasetyo
juga mencintaiku. Buktinya selama lebih tiga tahun kami pacaran tak sekalipun Prasetyo menyakitiku.
Prasetyo selau membuatku tertawa diantara nada-nada humornya. Selama kami pacaran cuma sekali Prasetyo menciumku ketika ia ulang tahun dan itupun juga di kening.

“Heh..kok ngelamun sih, pulang
yuk.” Kata Prasetyo mengagetkanku.
Aku mengangguk pelan dan
membiarkan Prasetyo menggandeng tanganku. Ada yang janggal saat itu ku rasakan. Ya.. Prasetyo mau menggandengku.

Satu jam telah berlalu sia-sia. Prasetyo tak kunjung datang malam itu sesuai janjinya untuk menemuikuvdi taman. Aku hanya sabar menunggu meski setiap menit malam itu kuvrasakan penuh dengan rasa iri ketika melihat pasangan yang lain tengah memadu kasih. Romantis sekali. Aku jadi teringat akan kata-kata Ratna tadi siang yang membuat perasaanku bimbang.

“menurut ku pacaran  tanpa belaian dan ciuman itu ibarat makan tanpa lauk, kurang lengkap.” Ceplos Ratna.
mengomentariku ketika aku
menceritakan tentang sikap Prasetyo selama kami pacaran. Mendengar komentar Ratna, aku hanya tertunduk.
“Coba kamu pikir selama kamu
pacaran apa yang sudah Prasetyo kasih ke kamu. Cuma kasih sayang? Itu kurang non, apa kamu cukup puas dengan ngerasain kasih sayang itu dan apa kamu sudah pernah dapat wujud dari kasih sayang itu?”
“maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
“misalnya kalau dia apel dia ngasih
setangkai mawar buat kamu atau
setidaknya dia mencium keningmu
sebagai ungkapan dia sayang dan cinta sama kamu.”
"Prasetyo memang tidak pernah
melakukannya Na…” kataku datar.
“Lha terus kenapa kamu betah. Cowok nggak romantis gitu kenapa
masih kamu pertahankan. Bisa makan ati tahu nggak! Boro-boro kamu dibelai, dipegang saja tidak. Menurut ku cowok seperti itu tidak bisa menghargai arti cinta. kamu benda hidup Win, yang
kadang juga ingin disentuh, tapi
sayangnya kamu bego jika harus rela menyerahkan hati mu pada dia.” ucap Ratna panjang lebar yang selalu mengiang-ngiang di telingaku.
“Apa benar kata Ratna? Entahlah aku sendiri tak mengerti. Kadang aku sendiri sempat berfikir apa benar Prasetyo mencintaiku, karena selama ini Prasetyo tak
sekalipun membelaiku ketika dia apel.

Hatiku benar-benar sakit mengingat itu semua. Prasetyo bukanlah tipe cowok romantis yang selau kuimpikan, Prasetyo
yang selau bersikap biasa bila
bersamaku dan anehnya semua itu
kujalani begitu saja selama tiga tahun lebih, bukan waktu yang singkat memang, karena itu aku selalu berusaha menepis jauh-jauh kegundahanku soal
cowok romantis. Tapi tidak dengan malam itu. Ketidaksabaranku menunggu Prasetyo yang molor datang membuatku semakin yakin kalau Prasetyo tidak menyayangi ataupun mencintaiku.
Hubungan ini hanya sebagai hubungan berstatus pacaran tapi tanpa cinta. Meskipun tiga tahun yang lalu Prasetyo resmi mengikrarkan cintanya padaku.

“Kamu lama ya menugguku? Maaf
mobilku mogok tadi” kata Prasetyo
menghentikan niatku yang ingin meniggalkan taman saat itu
juga.
“Tidak ada alasan lain?” Tanyaku sinis. Prasetyo menatapku dengan
janggal.
“Kamu marah Win?”, tanya Prasetyo datar.
Akuvhanya acuh tak acuh. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Prasetyo jika melihatku marah. Aku ingin Prasetyo mengerti
apa yangku iginkan, menjadi cowok
romantis itulah mimpku. Tidak seperti saat itu. Aku dan Prasetyo duduk dalam jarak setengah meter. Tidak dekat dan mesra-mesraan seperti pasangan lain
malam itu.
“Win maafin aku, tapi mobilku emang tadi mogok.”
“Kamu kan bisa telepon atau sms
aku Pras, bukan dengan cara
membiarkanku menuggumu kayak gini.”
“Aku lupa bawa Hp Win.” ucapnya
pelan. Aku tetap tak mengindahkannya.
“Kamu tahu tidak Pras? malam ini
aku semakin yakin kalau kamu memang tidak pernah serius mencintaiku” paparku tersendat.
"Win kenapa kamu bicara seperti itu. Apa kamu kira selama tiga tahun lebih kita pacaran aku hanya iseng saja. Aku pikir kamu bisa paham tentang aku, tapi
nyatanya…”
“Ya aku memang tidak paham
tentang kamu. Kamu yang kaku dan beku bila di sampingku yang tidakvpernah membelaiku dan mengucapkan kalimat-kalimat indah di telingaku. Kamu
yang cuma sekali mencium dan berkata aku cinta kamu. Kamu yang tidakvmemberiku perhatian-perhatianvromantis selama ini. Kamu..kamu Pras membuatku muak dengan semua ini” kataku dengan nada tersendat.
Mataku telah tergenang air hangat
dan Aku sunguh tidak sanggup lagi
membendungnya.
“Jadi kamu pikir cinta cuma bisa
diungkapkan dengan keromantisan Win, kamu kira apa hubunga kita terjalin tanpa rasa apa-apa dariku?”, tanya Prasetyo.
Aku masih terdiam bisu dalam
tangis.
“Win... selama ini aku mengira kamu sudah mengerti banyak tentang aku, tapi ternyata aku salah. Kamu bukan Winda yang dulu...”
“Kamu memang salah menilai aku
dan akupun juga salah menilai kamu. Menilai tentang hatimu dan tentang cintamu selama ini”
“Perlu kamu tahu Win, aku sangat
mencintaimu dan sayangnya rasa
cintaku ini harus kamu tuntut dengan keromantisan."
"Aku tidak bermaksud menuntut Pras, aku cuma ingin hubungan kita indah seperti orang lain."
“Wujud dari keindahan itu bukan
terletak pada keromantisan Win, tapi terletak pada cinta itu sendiri. Aku tidak pernah membelai dan menciummu karena aku menghormati cinta kita. Aku
tidak ingin hubungan kita menjadi
ternoda dengan hal-hal yang dimulai dari belaian ataupun ciuman. Aku sayang kamu dan dengan itulah aku bisa
buktikan seberapa dalam aku
mencintaimu.”
Dadaku berdesir seketika. Segera Aku tatap mata teduh Prasetyo. Disana ku dapati keteduhan cinta dan kasihnya.

"Win…jika kamu anggap cinta cuma
bisa dinyatakan dengan sentuhan-
sentuhan keromantisan itu salah. Cinta bukan cuma itu saja. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga hubungan suci itu tetap suci sampai kita
benar-benar terikat pada hubungan yang halal. Selama ini aku kira kamu bisa mengrti itu semua. Tapi aku salah dan untuk itu aku minta maaf jika aku
tidak bisa menjadi seperti apa yang kamu mau.”
“Pras aku cuma..”, ucapku tak
terteruskan.

Ada rasa sesak yang keluar begitu saja dihatiku. Aku telah melukai Prasetyo dan itu bisa ku lihat dari kalimat datarnya.

“Kamu tidak salah Win dalam hal ini. Dan sepautnya aku melepaskanmu malam ini, membiarkanmu mencari
cowok romantis seperti harapanmu. Jangan kamu kira aku tidak pernah mencintaimu, karena itu membuatku
terluka. Jujur selama hidupku aku tidak pernah memikirkan gadis lain selain dirimu.”

Bersaman kalimat itu Prasetyo berlalu meninggalkanku. Entah…kenapa bibirku tak mampu mencegah langkah Prasetyo. Semuaku rasa bagai mimpi. Hanya
dengan satu kesalahan aku  membuat semua berakhir dalam sekejap. Air mataku pun sudah mengalir deras. Seharusnya aku
bangga memiliki Prasetyo yang tidak pernah neko-neko. Seharusnya aku tidak
mendengarkan pendapat-pendapat Ratna tentang cowok romantis. Seharusnya aku tidak membuat Prasetyo terluka saat itu.

Kereta api di stasiun Balapan sudah berangkat dua menit setelah aku tiba di
sana.
Aku berlari kesana-kemari
memanggil-manggil nama Prasetyo darivjendela satu ke jendela lain. Namun usahaku itu tanpa hasil. Kereta api dengan perlahan telah membawa Prasetyoku dan juga cintaku pergi jauh.
Aku berdiri terpaku melihat kereta api yang kian menjauh. Sesalku menumpuk.
Aku datang terlambat hingga tidak
sempat mengatakan maafku pada Peasetyo.
Kini aku mulai sadar bahwa tidak
ada yang lebih bisa membahagiakanku kecuali dengan kehadiran Prasetyo.
Bagaimanapun dia, romantis ataupun tidak dialah orang yang benar-benar aku cintai. Kenangan-kengan indah bersamanya walau tanpa kemesraan saat itu membelainya dengan rasa yang
teramat. Asaku telah pergi dan itu
cuma bisa ku lakukan dengan menangis terpaku di tempatku berdiri.
Hidupku tiada arti tanpa Prasetyo, dengan mencintaiku apa adanya itu sudah lebih dari cukup. Tidak ada lagi tuntutan untuk dia berubah menjadi Prasetyo yang
romantis.
Rasa sesal telah membuatku
menyimpan permintaan maaf kepada Prasetyo.

No comments:

Post a Comment