Pages - Menu

Monday, February 13, 2017

Francesco Totti, Umur Hanyalah Deretan Angka




Tidak mudah menjadi tua. Apalagi ketika muda hidupnya penuh dengan puja dan puji. Tanyakan saja pada Francesco Totti! Di kala karier sepak bolanya mulai memasuki usia senja, Sang Pangeran Roma mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes. Memang, usianya yang menginjak kepala Empat belum memasuki usia tua. Tetapi di dalam sepak bola, angka tersebut merupakan alarm untuk kariernya sebagai pemain berada di batas akhir.

Musim lalu, Media Italia ramai memberitakan kabar tentang Sang Pangeran yang mulai merajuk. Ia mengeluhkan statusnya di AS Roma, club yang dibelanya sejak belia. Totti dikabarkan kesal dengan minimnya kesempatan bermain. Pekan demi pekan Serie-A bergulir, Totti sekedar melewatkan pertandingan dengan hanya duduk gelisah di bangku cadangan. Hingga pergantian pelatih dari Rudi Garcia ke luciano Spalletti pun tak mengubah banyak. Situasinya tetap sama.

Berikut foto-foto ekspresi Francesco Totti ketika berada di bench


 





Karena yang mengeluh adalah simbol, maka keluhan pun menjadi ramai. AS Roma gempar, Romanisti pun terbelah. Membela Totti atau Pelatih? Bahkan Presiden Klub AS Roma, James Pallotta merasa perlu berbicara untuk meredakan situasi. Dan tentu saja, Klub lebih utama, sehebat apapun seorang pemain.

"Saya terkejut dengan reaksi Francesco. Saya tidak mengharapkan itu, tapi saya dapat memahaminya. Dia pemain besar, Superstar. Tetapi pilihan pelatih adalah fundamental, bahwa tim lebih utama ketimbang pemain." ujar Sang Presiden.

Di tempat lain, musim 2015/2016, kita tidak lagi melihat Steven Gerrard berseragam Liverpool. Pemain berusia 35 tahun tersebut memilih untuk meninggalkan The Reds yang sudah dibelanya sejak 1987 (akademi), atau 1998 saat menjadi pemain profesional. Gerrard memilih untuk meanjutkan karier bersama kesebelasan asal Amerika Serikat, Los Angeles Galaxy.

Berakhirnya loyalitas Gerrard bersama Liverpool pun dibarengi dengan berakhirnya pengabdian Xavi Hernandez bersama Barcelona. Xavi, yang pertama kali masuk akademi Barca pada 1991, meninggalkan Blaugrana untuk membela kesebelasan asal Qatar, Al Sadd.

Tak bisa dimungkiri, iming-iming pendapatan yang berlimpah di usia senja tentu menjadi pertimbangan penting bagi Gerrard dan Xavi. Di usia mereka yang sudah semakin renta sebagai pemain, tidak banyak kemungkinan mendapatkan penghasilan besar. Mereka memang pemain top, tapi di usia yang sudah tidak muda lagi, mereka tak bisa diharapkan bermain terus-menerus dalam iklim kompetisi yang ketat dan padat.

Tapi hengkangnya Gerrard dan Xavi dari kesebelasan yang membesarkan namanya bukan menjadi pertanda bahwa loyalitas seorang pesepakbola telah mati di era modern ini. Di ibukota Italia, terdapat seorang pemain yang masih mengedepankan loyalitas di atas segalanya. Ya, loyalitas, itulah yang selama ini dipegang teguh Francesco Totti bersama AS Roma. Meskipun saat ini kerap menjadi penghias bangku cadangan.

Pada musim ini, AS Roma boleh saja mempunya sederet pemain depan yang bisa menjadi andalan, seperti Edin Dzeko, Salah, El Sharawi, hingga Perroti. Tapi, ada atau tidaknya mereka, Totti tetaplah Totti, pemain dengan tingkat loyalitas tinggi. Untuk urusan skill mengolah bola, Totti masih dalam keadaan prima meski ia kini berusia 40 tahun. Visi bermainnya, tendangan akuratnya, operan-operan terukurnya, eksekusi penalti, dan pergerakannya untuk membuka ruang masih bisa diandalkan.




 

Musim 2016/2017 menjadi musim yang ke-25 Totti bersama AS Roma. Pencapaian ini melewati pencapaian Ryan Giggs (Manchester United), Bob Crampton (Blackburn Rovers), Konstantin Lyaskovskiy (CSKA Moskow), Paolo Maldini (AC Milan), Max Morlock (FC Nuremberg), Ted Sagar (Everton), dan Humood Sultan (Muharraq Club), sebagai pemain dengan one-club men terlama kedua sepanjang sejarah sepakbola.

Untuk menjadi pemain one-club men terlama sepanjang sejarah, Totti membutuhkan dua musim lagi untuk membela AS Roma. Saat ini, rekor terlama dipegang oleh Sait Altinordu yang membela kesebelasan Turki, selama 27 tahun pada 1929 hingga 1956.




Lantas, bisakah Totti melakukannya? Jika ia konsisten pada apa yang pernah ia ungkapkan pada 2013 lalu, Totti bisa saja memecahkan rekor tersebut. Empat tahun lalu, setelah mencetak gol ke 225-nya di Serie A yang menyamai rekor Gunnar Nordahl, ia mengatakan akan coba memecahkan rekor 274 gol legenda Italia, Silvio Piola.

"Melewati Piola? Saya akan pensiun jika saya berhasil melakukannya," ujar Totti saat itu.

Lantas bagaimana dengan kabar yang beredar bahwa ini adalah musim terakhir Sang Pangeran? 

"Adalah ambisi terbesar saya untuk selalu terikat dengan warna ini (Roma). Saya tetap akan mendukung Roma di dalam lapangan, di bench, maupun di tempat mereka yang sedang atau akan mengenakan seragam ini. Saya selalu berhasrat dan memimpikan yang terbaik untuk tim ini," papar Totti.

Maka pertanyaan ‘kapan Totti pensiun?’ menjadi pertanyaan yang sulit ditemukan jawabannya. Karena berdasarkan pernyataannya di atas, selama Totti masih bisa berlari dan dibutuhkan oleh Roma, Totti tetap akan menjadi penggawa Roma dan tak akan mengakhiri kariernya sebagai pesepakbola meskipun kontraknya bersama Roma akan berakhir pada musim ini.

"Saya lahir untuk bermain sepakbola dan akan mati dengan melakukan hal yang sama. Maka tidak dapat dimungkiri, bahwa saya akan terus berada di permainan ini, melakukan sesuatu dan berbicara tentang sepakbola. Saya akan 'melempar handuk' jika saya jika saya mulai sering melakukan kesalahan demi kesalahan," ucap Totti kepada GQ.

Hingga akhirnya ...

Dengan yang namanya waktu, manusia tak bisa berbuat banyak. Betapa kita ingin membuatnya terasa lebih lambat atau lebih cepat, ia tetap berjalan sebagai mana mestinya. Yang bisa kita lakukan hanyalah menikmati setiap detiknya.

Saat sesuatu yang sudah lama dinikmati sudah hampir habis, wajar kalau kita merasa gelisah. Tidak rela kehilangannya.

Perasaan gelisah itu pula yang mungkin sedang meliputi sebagian besar (kalau tidak bisa dibilang semua) Romanisti. Termasuk Saya yang memang seorang Romanisti. Awalnya pun, Saya menjadi Romanisti Karena beliau, Sang Pangeran Ibukota.

Mereka sadar kalau ia, sang pangeran yang sudah dua dekade lebih mengabdi pada satu nama, sudah mendekati senjanya. Ia, Francesco Totti, sudah termakan waktu.
 
Musim ini Totti berusia 40 tahun. Usia yang uzur untuk seorang pemain sepakbola.

Berbanding terbalik dengan angka di usianya yang menanjak, jumlah penampilan Totti di atas lapangan menurun. Sangat wajar memang. Apalagi melihat nama-nama yang kini mengisi barisan depan AS Roma. Ada Mohamed Salah serta Edin Dzeko yang kini menjadi andalan.

Saat Serie A 2015/2016 bergulir, sudah ada indikasi dari Rudi Garcia kalau kaptennya itu akan mulai diatur jumlah penampilannya. Baru di pekan ketiga Garcia menurunkan Totti.

Sampai liga berjalan enam pekan, Totti baru tampil tiga kali. Penampilan terakhirnya di laga melawan Carpi (26/9/2015), satu hari sebelum ulang tahunnya, Totti cuma tampil sekitar sembilan menit. Masuk menggantikan Dzeko di babak kedua, Totti kemudian ditarik keluar lagi karena mengalami cedera tak lama setelah terlibat dalam gol Salah. Di Liga Champions matchday 1 musim lalu, Totti juga hanya menyaksikan rekan-rekannya melawan Barcelona dari bangku cadangan.

Dari peran Totti yang mulai tereduksi itu, fans Roma seperti dibiasakan untuk MELIHAT AS ROMA TANPA TOTTI. Mungkin seperti itulah rasanya saat Totti sudah gantung sepatu.

Romanisti pun mulai gelisah, mungkin memang saat itu sudah dekat. Mungkin inilah kali terakhir sang pangeran mengenakan jubahnya.

Pertanda tersebut salah satunya dirasakan oleh Marcelo Lippi. Mantan pelatih timnas Italia yang bersama Totti meraih gelar juara Piala Dunia 2006 itu merasakan ada kesedihan dari kapten Roma itu. Lippi menyaksikannya saat Totti mencetak golnya yang ke-300 untuk Roma ke gawang Sassuolo pekan lalu. Lippi merasakan ada 'kesedihan' di balik perayaan yang sederhana itu. Usai mencetak gol, Totti hanya membentangkan kedua tangannya lalu memberi salam ke tribun penonton di mana dua anaknya --Cristian dan Chanel-- merayakan gol ayahnya.

"Saya ada di Olimpico menonton Roma melawan Sassuolo dan melihat Totti mencetak golnya yang ke-300. Ada perayaan di mana anak-anaknya, yang juga datang menonton, diliputi kebahagiaan. Tapi saya merasakan kesedihan dalam dirinya. Ada sedikit (kesedihan) mengelilingi Francesco saat ini." ujar Lippi.

"Saya tidak tahu apakah ini karena dia tidak banyak dimainkan belakangan ini, atau mungkin dia mulai mengerti bahwa dia menuju akhir dari karier fantastisnya."

Totti menuju akhir kariernya memang tak bisa dibantah. Tapi melepas Totti bagi Romanisti bukan perkara mudah. Ia bukan sekadar pemain atau kapten. Totti adalah simbol. Simbol kesetiaan dan cinta pada klub. Roma tanpa Totti tentu belum terbayang.

Membayangkan rasa kehilangan itu saja pasti sulit untuk fans Roma. Maka tak heran kalau mereka rasanya ingin memutar kembali waktu atau melambatkannya demi melihat Totti lebih lama bersama serigala-serigala Roma.

Tapi itu jelas tidak mungkin. Yang bisa dilakukan hanyalah menikmatinya. Perkara apakah ia akan gantung sepatu di akhir musim, itu nanti saja dipikirkannya. Mari nikmati setiap momennya di atas lapangan. Nikmati setiap aksinya. Nikmati setiap golnya. Nikmati setiap perayaannya. Apapun itu. Nikmati selagi ia masih beraksi.

NIKMATILAH SETIAP DETIKNYA...!!!!!!!!


Mohon koreksinya dari para pembaca semua jika terjadi kesalahan penulisan.



Ditulis dari berbagai sumber : #Detik #Kompas #Tribun #GoaldotCom #Soccer #Bola #IUR





Tanjung Pinang, 13 Februari 2017

 
Februari lalu, media Italia ramai memberitakan kabar tentang sang pangeran yang mulai merajuk. Dia mulai mengeluhkan statusnya di AS Roma, tim yang dibelanya sejak belia. Totti diberitakan kesal dengan minimnya kesempatan bermain nya. Pekan demi pekan Serie A bergulir, Totti sekadar melewatkan pertandingan demi pertandingan dengan duduk gelisah di bangku cadangan. Pun, ketika posisi pelatih berganti dari Rudi Garcia ke Luciano Spalletti, situasinya tetap sama. Sang pelatih lebih suka memainkan pemain muda macam Stephan El Shaaraway, Diego Perrotti atau Mohammed Salah.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a
Tidak mudah menjadi tua. Apalagi bila ketika muda hidupnya penuh dengan puja-puja. Tanyakan kepada Francesco Totti. Di senja kala karier sepak bola nya, Sang pangeran Roma yang kini berusia 39 tahun, mulai terasuki mental orang-orang tua yang cenderung mudah mengeluh dan protes sana-sini. Memang, usia 39 tahun itu belum termasuk kategori tua. Tetapi di sepak bola, usia 39 tahun adalah usia tua. Senja.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/hadi.santoso/totti-tua-yang-tak-pernah-padam_5718479b1d23bdf5269ca47a